Mulyanto Desak Menko Luhut Pandjaitan Awasi Kenerja Pembangunan Smelter PT Freeport

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior di Komisi VII DPR RI yang membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) serta Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto mendesak Menteri Koordinator (Menko) Maritim&Investasi, Luhut Binsar Panjaitan memperhatikan kinerja semua smelter tambang, mulai dari timah hingga tembaga.

Menurut Mulyanto, kalau Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang serius dengan program hilirisasi hasil tambang, harusnya yang diawasi tidak saja kinerja smelter nikel tapi juga smelter tembaga lainnya.

Smelter adalah fasilitas untuk memurnikan hasil tambang dari berupa biji logam menjadi logam. Dengan permurnian ini, ke depan Indonesia tidak lagi mengekspor biji tambang atau konsentrat tembaga tetapi sudah hasil produk hilirisasinya yang bernilai tambah. Harapannya, tentu saja dalam jangka panjang, neraca transaksi perdagangan kita akan lebih positif.

“Pemerintah perlu ekstra kerja keras di tengah pandemi Covid-19 ini, agar kinerja smelter dapat berjalan sesuai target. Sebab masih banyak masalah yang dipertanyakan publik terkait kinerja smelter ini,” tegas Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan ini.

Doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology (Tokodai) Jepang itu, berpendapat, secara konsepsional program hilirisasi produk tambang melalui smelter ini akan memunculkan efek berlapis (multiflier effect) bagi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat seperti: diperolehnya produk turunan logam lain, kabel dan asam sulfat.

Selain itu juga tumbuhnya usaha rantai pasok, tumbuhnya industri terkait di hilir, terbukanya lapangan kerja baru, peningkatan keterampilan Sumber Daya Manusia (SDM) serta alih teknologi dalam negeri dan lain-lain.

Karena itu, Mulyanto menyayangkan, progres pembangunan smelter tembaga seperti jalan di tempat. Sampai Juli 2020, pembangunan smelter baru PT Freeport Indonesia (PTFI) di Gresik baru 5,86 % dari target yang seharusnya 10,5 persen.

“Itu sangat jauh di bawah 90 persen. Padahal sesuai dengan keputusan Menteri ESDM No.154 K/30/ MEM/2019, ada ketentuan yang mengatur, bahwa kemajuan fisik pembangunan smelter harus paling sedikit 90 persen dari target yang ada.Bila tidak tercapai, sanksinya penghentian sementara persetujuan ekspor konsentrat perusahaan tersebut.”

Selain itu, perusahaan wajib membayar denda administratif 20 persen dari nilai kumulatif penjualan mineral ke luar negeri selama enam bulan terakhir.

“Bahkan PT FI berani dan terang-terangan melempar wacana untuk mengusulkan penundaan target pembangunan smelter melebihi batas waktu yang ditetapkan UU, yakni 2023.

“Pemerintahan Jokowi harus tegas menyikapi masalah ini. Gunakan aturan hukum yang berlaku. Jangan terlalu banyak pemakluman menghadapi perusahaan-perusahaan tambang,” tegas Mulyanto.

Karena itu, wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut mendesak Pemerintahan Jokowi tegas melaksanakan dan mengawal amanat UU No. 3/2020 sebagai perubahan atas UU. No.4/2009 tentang Minerba, khususnya pasal 170A. Pemerintah jangan lembek, apalagi ikut melanggar UU itu.

Sanksi atas pelanggaran PTFI ini harus segera diputuskan, sebagai wujud konsistensi Pemerintahan Jokowi dalam penegakan hukum.

Ini penting. “Kalau Pemerintah tidak konsisten terhadap aturan yang ada, jangan heran kalau pengusaha tambang, ogah-ogahan dalam membangun fasilitas ini dan menuntut untuk dapat mengekspor konsentrat, karena dalam jangka pendek mereka merasa lebih mudah dan lebih untung dengan menjual hasil tambang apa adanya,” demikian Dr H Mulyanto (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait