Mulyanto Ingatkan Jokowi Soal Bahaya Liberalisasi Industri Pertahanan

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Dr H Mulyanto mengingatkan Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar mewaspadai bahaya liberalisasi dalam pengelolaan dan penyertaan modal asing pada industri alat utama sistem pertahanan.

Soal pengelolaan dan penyertaan modal asing pada industri alat utama sistem pertahanan diatur dalam ketentuan UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang disahkan Paripurna DPR RI Senin (5/10).
“Saya menilai ketentuan dalam UU Ciptaker terkait penyertaan modal asing di sektor pertahanan rentan dan terbuka bagi liberalisasi industri pertahanan,” kata Mulyanto kepada Beritalima.com, Sabtu (17/10).

Dikatakan, merujuk beberapa pasal dalam RUU Ciptaker dari dokumen final 812 halaman, dan membandingkannya dengan UU eksisting yang dinilai membuka peluang terjadinya liberalisasi industri di bidang pertahanan.

Dalam UU No: 25/2007 tentang Penanaman Modal diatur ketentuan mengenai bidang atau jenis usaha yang tertutup bagi penanaman modal pada Pasal 12 ayat 2) hurup a, bahwa bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal meliputi produksi senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang.

Dalam UU Ciptaker, Pasal 12 ayat 2) hurup e diatur ketentuan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal meliputi industri pembuatan senjata kimia. UU No: 16/2012 tentang Industri Pertahanan,

Pasal 52 disebutkan, (1) Kepemilikan modal atas industri alat utama seluruhnya dimiliki negara. (2) Kepemilikan modal atas industri komponen utama dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan) dan industri bahan baku yang merupakan badan usaha milik negara, paling rendah 51 persen modalnya dimiliki negara.

Dalam RUU Ciptaker, Pasal 52 ayat (1) disebutkan kepemilikan modal atas industri alat utama dimiliki badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik swasta yang mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan. Terkait dengan pasal kepemilikan Negara minimal 51 persen dihapus.

Menurut anggota Komisi VII DPR RI ini, ketentuan dalam RUU Ciptaker terkait dengan industri pertahanan ini sangat longgar serta berpotensi terjadinya liberalisasi industri pertahanan. Dari segi bidang usaha saja, sudah terlihat aroma liberalisasi karena bidang usaha yang tertutup dalam RUU Ciptaker hanya dibatasi industri pembuatan senjata kimia.

Sementara produksi senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang menjadi terbuka bagi penanaman modal asing. Belum lagi dari aspek kepemilikan modal. Dalam RUU Ciptaker disebutkan kepemilikan modal atas industri alat utama dimiliki BUMN dan/atau badan usaha milik swasta, berarti termasuk swasta asing.

Karena frasanya, kata Mulyanto, adalah “dan/atau” maka ketentuan ini bisa difahami juga sebagai: kepemilikan modal atas industri alat utama adalah BUMN “atau” badan usaha milik swasta. Artinya, badah usaha milik swasta atau asing dapat memiliki modal seratus prosen atas industri alat utama ini. Pemahaman ini menjadi semakin kuat, manakala pasal kepemilikan BUMN yang minimal 51 persen dihapus.

Untuk itu wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut, meminta Jokowi perlu berhati-hati dalam pengelolaan dan penyertaan modal asing pada industri alat utama sistem pertahanan ini.

“PKS menolak liberalisasi industri pertahanan, apalagi sampai dikuasasi modal asing. Karena ini terkait dengan kepentingan nasional (national interest) dan kedaulatan bangsa. Industri hankam ini wilayah high tech yang sensitif, yang harus dikuasai SDM patriot negeri yang andal. Kita justru harus menguasai industri ini, bukan malah menyerahkan kepada pihak asing,” ujar Mulyanto.

Mulyanto meminta Pemerintah lebih cermat dan berhati-hati dalam pengelolaan industri pertahanan tersebut, agar kepentingan nasional tetap mendapat prioritas, termasuk aspek alih teknologi dan pembinaan SDM industri strategis nasional.

Lebih jauh, dia berharap Pemerintah mampu melindungi keberadaan industri strategis nasional. Jangan sampai industri strategis ini justru dikuasai swasta asing. Karena dalam jangka panjang dikhawatirkan akan berdampak pada pertahanan, keamanan dan kedaulatan bangsa.

“Pemerintah harus punya komitmen kuat dalam menjaga sekaligus mengembangkan industri strategis ini. Kalau perlu kita beli kembali aset nasional strategis yang telah dijual ke pihak asing, seperti Indosat misalnya, bukan malah membuka industri pertahanan ini kepada pihak asing,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait