JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, Dr H Mulyanto minta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jangan hanya memikirkan kemudahan pemberian izin pembangunan rumah elite tetapi juga perlu memfasilitasi kemudahan pembangunan rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) akhir pekan lalu di Parlemen, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan itu mengatakan, persoalan utama yang dihadapi saat ini penyediaan rumah untuk MBR terutama yang berpenghasilan tidak tetap.
Data Kementerian PUPR, backlog perumahan mencapai 7,64 juta unit per awal 2020, terdiri atas 6,48 juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) non-fixed income, serta 1,72 juta unit rumah untuk MBR fixed income, dan 0,56 juta unit rumah untuk non-MBR.
Dilaporkan juga, saat ini terdapat 30 persen rumah susun sederhana sewa (rusunawa) kosong di tengah adanya defisit rumah di atas. “Ini kan aneh. Terjadi ketidaksesuaian, dimana di satu sisi defisit rumah masih besar, sementara di sisi lain, masih ada rusunawa kosong penghuni.
Ini soal pengelolaan yang tidak pas, yakni pembangunan rusunawa di tempat yang tidak cocok dengan kebutuhan masyarakat,” ujar Mulyanto.
Diakui Pemerintah, sejak diundangkannya UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, persoalan membangun rumah tunggal dan deret bagi MBR, terutama di kota-kota besar, belum dapat diwujudkan, termasuk juga upaya pembangunan hunian berimbang, yang di dalamanya terdapat rumah untuk MBR belum terlaksana dengan baik. Kendalanya adalah keterbatasan lahan.
Menurut wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten itu, Pemerintah harus bekerja keras untuk merumuskan RUU Ciptaker terkait dengan sektor perumahan ini. Jangan berhenti pada penyesuaian nomenklatur perizinan berusaha yang meliputi keringan sanksi menjadi sekedar sanksi administratif, serta mereduksi kewenangan Pemerintah Daerah.
Mulyanto meminta Pemerintah dapat mencari terobosan baru dalam aspek regulasi, agar terkait persoalan defisit perumahan untuk MBR serta hunian berimbang ini dapat benar-benar terwujud.
Evaluasi secara terintegrasi dan mendalam terhadap persoalan ini nampaknya belum dilakukan Pemerintah, sehingga tidak muncul usulan-usulan solusi bagi persoalan rumah rakyat ini.
“Pasal-pasal yang ada dalam RUU Ciptaker inisiatif Pemerintahan Jokowi terkait soal defisit perumahan serta hunian berimbang terkesan hanya perubahan nomenklatur, bukan soal yang subtansial sebagai solusi masalah perumahan nasional. Pengalaman Pemerintah sembilan tahun melaksanakan UU No.1/2011, nampaknya belum terkristalisasi untuk dapat memunculkan solusi struktural terkait masalah perumahan,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)