Mulyanto: Jokowi Kurang Menghargai Kemampuan Ahli Vaksin Indonesia

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto menyayangkan sikap Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terkesan kurang mendukung kemampuan ahli vaksin Indonesia.

Menurut Mulyanto, Indonesia punya banyak tenaga ahli di berbagai bidang, termasuk di bidang vaksin. Sayangnya, keberadaan dan kemampuan para ahli dalam negeri tersebut tidak dihargai Pemerintah sehingga wajar kalau beberapa di antaranya memilih berkarir di luar negeri.

“Orang Indonesia itu pinter-pinter. Jadi, tidak benar stigma yang pernah dilontarkan anggota Kabinet Indonesia Maju (KIM) yang mengatakan, kita ini bangsa kuli, bangsa tempe. Nyatanya kita punya Begawan Teknologi Prof Dr BJ Habibie. Bahkan kita mampu menerbangkan pesawat N-250 si Gatot Kaca yang berteknologi canggih,” ujar Mulyanto.

Ditambahkan, belum lama ini heboh diberitakan soal Indra Rudiansyah, peneliti Indonesia yang terlibat dalam penelitian vaksin AstraZeneca. Padahal selain Indra Rudiansyah, ada peneliti perempuan Indonesia yang turut tergabung dalam tim Jenner Institute untuk mengembangkan vaksin AstraZeneca, yakni Carina Citra Dewi Joe.

Berbeda dengan Rudiansyah, yang masih merampungkan Ph.D-nya, Carina mendapat beasiswa di Oxford University hingga selesai mendapat gelar Ph.D. Carina bekerja tujuh hari seminggu dan 12 jam per hari. Tanpa tanpa libur selama 1,5 tahun.

Buahnya, vaksin Oxford-AstraZeneca ini sudah disetujui di 178 negara dan diproduksi sebanyak 700 juta dosis. Ada puluhan ribu nyawa diselamatkan. Dan Carina turut andil di dalamnya.

“Vaksin seperti Astra Zeneca, tentu bisa kita buat kalau ada keinginan Pemerintahan Jokowi untuk ke arah sana. Cuma ketimbang memproduksi, bangsa kita lebih senang mengimpor, dengan berbagai alasannya. Kita kurang menghargai produk dalam negeri. ,” jelas Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan itu.

Secara individual kita kuat, namun secara kelembagaan, kita masih lemah. Karena kita kurang menghargai riset, teknologi dan inovasi,” jelas Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan itu.

Menurut Sekretaris Kemenristek era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini, tampaknya pemerintahan sekarang soal riset dan teknologi masih dianggap anak tiri, baik dari aspek anggaran, kelembagaan maupun dukungan ekosistem lainnya. Bahkan secara politik, Pemerintah seperti tidak punya kehendak bagi pengembangan Iptek.

Jadi, jelas Mulyanto, jangan heran kalau Kementerian Riset dan Teknologi dibubarkan. Lalu lembaga riset prestisius seperti BATAN, LAPAN, BPPT dan LIPI dibubarkan dan unsur-unsurnya dilebur kedalam BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).

“Politisasi Ristek terlalu kental. Rencananya BRIN akan memiliki Ketua Dewan Pengarah secara ex-officio dari dewan pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Belum lagi dari aspek kebijakan. Tidak jelas mana lembaga perumus dan penetap kebijakan Ristek di Indonesia. Terjadi dualisme matahari kembar antara BRIN dan Kemendikbud-Ristek.”

Ahli nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology (Tokodai) Jepang ini yakin kalau Pemerintahan Jokowi punya komitmen yang kuat mengembangkan Ristek sebagaimana mestinya, banyak yang dapat dihasilkan, termasuk pengadaan vaksin untuk penanggulangan Covid-19.

“Kalau kita sungguh-sungguh mengembangkan vaksin Merah Putih, tidak usah dipanggil pun Rudiansyah akan pulang, begitu juga Carina dan banyak ahli diaspora kita di I4 (Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional) yang bersedia pulang,” demikian wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten ini. (akhir)

beritalima.com

Pos terkait