Mulyanto: Jokowi Lebih Bela Kepentingan Smelter Asing Daripada Penambang Lokal

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com| Anggota Komisi VII DPR RI membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dan Lingkungan Hidup (LH), Dr Mulyanto meminta Satian Tugas (Satgas) Pelaksana Harga Patokan Mineral (HPM) bentukan Menko Marinvest, Luhut Binsar Panjaitan konsisten menegakan aturan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No: 11/2020.

‘Karena itu, sebagai wakil rakuat saya meminta Satgas berani menindak pengusaha smelter asing yang tak menggunakan HPM dalam bertransaksi dengan penambang lokal. Hal ini penting dilakukan, jelas Mulyanto, agar program hilirisasi nikel dapat tercapai,” kata Mulyanto dalam keterangan tertulis yang diterima Beritalima.com, Jumat (30/10) siang.

Sebelumnya Pemerintah pimnpinan Joko Widodo (Jokowi) melalui Menteri ESDM menerbitkan Permen No: 11/2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri No: 7/2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara.

Aturan ini dibuat agar pihak pembeli dengan penambang memiliki patokan harga yang disepakati. Dengan begitu ketimpangan harga dapat dihindari.

“Pemerintah harus konsisten menegakan isi dari aturan tersebut. Jangan sampai aturan hanya bagus dibaca tetapi tidak dapat dilaksanakan,” ingat

Mulyanto.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI membidangi Industri dan Pembangunan itu mengaku, hingga sekarang dirinya masih sering menerima laporan dari masyarakat adanya pengusaha smleter yang tidak menggunakan HPM sebagai acuan. Akibatnya pengusaha lokal merasa dirugikan.

Ini adalah ketidakadilan yang kasat mata. Pemerintah harus bertindak tegas. Satgas yang dibentuk Menko Luhut Binsar Panjaitan nyatanya juga belum memperlihatkan hasil menguntungkan. Jangan sampai terkesan Pemerintah membela pengusaha smelter yang umumny berasal dari China serta mengabaikan nasib penambang lokal.

“Kalau mereka mogok menambang, dispastikan suplai bakal macet yamh ujungnya kita semua bakal rugi Akhirnya yang akan rugi adalah kita semua,” ujar Mulyanto, wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten ini.

Untuk itu, jelas Mulyanto, Fraksi PKS DPR RI mendorong Pemerintah agar menindak tegas para pengusaha smelter yang tidak mematuhi peraturan menteri ESDM tentang HPM. Pengabaian tersebut jelas merugikan para penambang nikel lokal karena terpaksa menerima harga jauh di bawah HPM. 

“Belum lagi kondisi unfair dalam pengukuran kadar nikel, yang memunculkan perselisihan (dispute) antara pengusaha smelter dan penambang, yang berujung pada finalti yang merugikan penambang lokal tersebut,” imbuh Mulyanto.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi PKS DPR tersebut mengingatkan pengusaha smelter asing agar mengikuti aturan yang berlaku. Selama ini Pemerintah dinilai sudah sangat baik menyediakan berbagai fasilitas kemudahan usaha.

Dengan begitu, sudah selayaknya pengusaha asing mematuhi peraturan yang dibuat Pemerintah, termasuk tentang HPM. Pengusaha asing jangan mau enaknya saja. Mereka harus mau berbagi dengan penambang lokal agar tercipta pemerataan kesejahteraan.

HPM ini ditetapkan untuk melindungi penambang lokal dan menjaga bisnis nikel berlangsung fair saling menguntungkan. “Untuk itulah konsistensi dan ketegasan sikap Pemerintah sangat ditunggu masyarakat. Sekarang batas tanggal 1 Oktober sudah lewat,” papar Mulyanto.

Sebagai konsekuensi pelarangan ekspor bijih tambang, dalam mengatur harga mineral dan bisnis domestik terbuka dan adil, diterbitkan Permen ESDM No; 11/2020 untuk mengatur agar pelarangan ekspor bijih nikel ke luar negeri tidak mematikan penambang nikel lokal, dengan menjamin harga patokan bawah dan patokan atas ditetapkan sedemikian rupa, sehingga penambang maupun pengusaha smelter punya keuntungan yang wajar.

Namun, dalam prakteknya beleid ini tidak diindahkan pengusaha smelter asing. Mereka tetap saja membeli bijih mineral nikel dibawah harga HPM, dengan alasan harga nikel dunia sedang turun sehingga itu merugikan penambang lokal.

Alasan itu tidak bisa diterima karena HPM yang ditetapkan pemerintah direvisi setiap bulan untuk menyesuaikan dengan fluktuasi harga nikel internasional.

Kemenko Marinvest membentuk Satgas untuk mengawal penerapan HPM nikel ini.  Namun, belum terlihat hasil menggembirakan. Satgas memberi waktu hingga 1 Oktober 2020, agar pengusaha smelter asing mengkonsolidasikan diri untuk menerapkan secara penuh Permen ESDM No: 11/2020.

Hasil riset menyebutkan, harga nikel kemungkinan akan terus mengalami kenaikan sebanding dengan penurunan jumlah persediaan komoditas itu dan kenaikan permintaan nikel dari China seiring pemulihan ekonominya.

Di samping itu, sentimen stimulus fiskal AS juga akan berpengaruh buat pergerakan harga komoditas ini, ditambah meningkatnya popularitas mobil listrik, permintaan nikel secara global langsung ikut tergerek.

Nikel merupakan bahan baku baterai dan merupakan sumber tenaga mobil listrik yang handal, karena memiliki kapasitas penyimpanan daya tinggi.  Bahkan dengan teknologi baterai lithium-ion, yang semakin berkembang seiring pesatnya pertumbuhan kendaraan listrik, kandungan nikel dalam baterai diprediksi akan semakin besar.

Kondisi ini sangat menguntungkan Indonesia sebagai negara produsen bijih nikel terbesar di dunia. Data 2019 Kementerian ESDM, total produksi nikel dunia mencapai 2.668.000 ton Ni. Dari jumlah itu, 800.000 ton Ni berasal dari Indonesia.  Disusul Philipina dengan 420.000 ton Ni dan Rusia sebanyak 270.000 ton Ni. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait