JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto mengecam Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak serius mendorong riset vaksin Merah Putih sebagai vaksin produk dalam negeri.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Konsorsium Riset Covid-19 di Jakarta terungkap, target produksi vaksin Merah Putih, yang dimotori Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman mundur dari jadwal.
Semula diperkirakan vaksin Merah Putih dapat diproduksi massal awal tahun depan. Namun, karena ada masalah teknis akhirnya diprediksi mundur menjadi September 2022. Itu
disebabkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bio Farma, sebagai mitra konsorsium, tidak siap untuk memproduksi vaksin berbasis protein rekombinan mamalia.
Fasilitas produksi BUMN Bio Farma hanya siap memproduksi vaksin berbasis protein rekombinan ragi (yeast). Karena itu LBM Eijkman terpaksa harus banting setir mulai dari nol lagi untuk mengembangkan riset vaksin berbasis ragi.
Menurut Mulyanto, semestinya Pemerintah lebih menggesa riset vaksin Merah Putih yang tengah dikembangkan Konsorsium Riset Covid di bawah koordinasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), agar vaksin inovasi anak bangsa ini segera dapat diproduksi dan didistribusikan kepada masyarakat.
Dalam riset vaksin domestik ini, wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten ini menilai, Pemerintah adem-adem saja dan membiarkan riset vaksin ini berjalan bisnis as usual. Bahkan terkesan masih poco-poco atau maju-mundur.
“Perhatian Pemerintahan Jokowi dalam riset vaksin Merah Putih sangat minim. Anggaran untuk riset vaksin di LBM Eijkman, yang disiapkan BRIN saja tidak lebih dari Rp 10 miliar. Ini sungguh miris karena jauh dari memadai, apalagi kalau dibandingkan dengan dana yang disiapkan untuk mengimpor vaksin yang ratusan triliun,” kata Mulyanto.
Pemerintahan Jokowi seharusnya mengalokasikan dana riset yang cukup, termasuk dukungan infrastruktur pada mitra BUMN yang akan memproduksi, agar vaksin Merah Putih ini dapat diproduksi lebih cepat.
Kalau riset vaksin Merah Putih berjalan seperti ini, sampai kapan vaksin itu dapat didistribusikan kepada masyarakat. Dana dari utang juga keburu habis untuk membeli vaksin impor,” kritik Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan ini.
Seperti diketahui, ada 11 platform riset vaksin Merah Putih yang dijalankan enam lembaga riset pemerintah dan perguruan tinggi, yakni LBM Eijkman, LIPI, UI, ITB, Unair, dan UGM. Yang tercepat, LBM Eijkman menjadwakan uji klinis tahap 1-3 bersama BUMN Bio Farma Juli-Desember 2021 dan target memperoleh izin BPOM dan diproduksi massal Januari 2022.
Dengan kondisi infrastruktur produksi vaksin BUMN Bio Farma yang hanya dapat memproduksi vaksin berbasis protein rekombinan ragi, produksi massal vaksin ini diperkirakan paling cepat September 2022.
Karena itu, Mulyanto menilai, penggunaan vaksin Merah Putih menjadi penting dalam upaya untuk membangun keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM) dan kemampuan inovasi domestik, selain juga agar Indonesia tidak tergantung pada vaksin impor dan sekedar menjadi pasar bisnis vaksin negara produsen semata.
“Sayang kalau anggaran dari utang yang terbatas ini terkuras habis untuk membeli puluhan juta dosis vaksin impor,” kata pemegang gelar doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology (Tokodai), Jepang 1995 ini. (akhir)