JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto minta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berhenti bereksperimen tentang kelembagaan riset dan teknologi (ristek).
Menurut wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten itu, sekarang saatnya Pemerintah bekerja mengembangkan ristek agar menjadi motor penggerak pembangunan nasional.
“Jangan berkutat pada soal posisi lembaga ristek dalam organisasi Pemerintahan,” ungkap Mulyanto di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (9/4) menanggapi rencana Pemerintah yang ingin melebur Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Dengan peleburan ini nantinya tugas dan fungsi Kemenristek dirangkap Kemendikbud. Sedangkan kedudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang sekarang berada di bawah Kemenristek diperluas sebagai badan otonom yang membawahi 13 kedeputian.
Dikatakan Wakil Ketua bidang Industri dan Pembangunan Fraksi PKS DPR RI itu, sekarang bukan saat tepat untuk merombak struktur organisasi Kemenristek dan BRIN. Persoalan ini seharusnya sudah selesai begitu Presiden mengumumkan susunan kabinet.
Mulyanto mengaku, heran bila sampai saat ini Pemerintahan Jokowi masih berpikir untuk mengubah susunan kementerian. Menurut dia, hal tersebut menandakan susunan kabinet yang berlaku sekarang tidak dipikirkan oleh Jokowi secara cermat dan matang.
“Ini kan sudah masuk tahun ketiga pada periode kedua Pemerintahan Jokowi. Harusnya persoalan organisasi kementerian sudah selesai dibicarakan. Selanjutnya, Pemerintah tinggal melaksanakan secara konsisten apa yang sudah direncanakan,” tegas Mulyanto.
Ditambahkan, perubahan kedudukan kelembagaan ristek tersebut sudah berkali-kali terjadi. Sebelumnya, Menristek merangkap Kepala BPPT. Lalu berubah menjadi Kemenristek saja. Berubah lagi menjadi Kemenristek Dikti dan kemudian menjadi Kemenristek-BRIN. Sekarang ingin diubah menjadi Kemendikbud-ristek.
Akibatnya, program ristek secara substantif terbengkalai. Padahal Perpres BRIN sudah ditandatangani Jokowi, tinggal diundangkan. Sebenarnya, soal kelembagaan BRIN malah sudah ada Perpres yang ditandatangani Presiden. Tinggal diundangkan. Tapi karena alasan yang tak jelas, hingga kini berlalu 16 bulan Perpres BRIN itu belum dimasukan ke dalam Lembar Negara, sehingga belum dapat dijadikan payung hukum.
“DPR sudah mengupayakan agar masalah ini segera diselesaikan. Malah beberapa pekan lalu Komisi VII DPR RI sudah mengundang Kemristek, Kemenkumham, Kemen PAN-RB untuk rapat bersama masalah Perpres BRIN ini. Nyatanya tidak direspon. Yang hadir dalam rapat kerja itu hanya Kemenristek saja,” jelas Mulyanto.
Untuk itu dia meminta Pemerintah berhenti berpolemik soal kelembagaan ristek ini. Ia meminta Presiden fokus pada program dan target kerja ristek ketimbang bolak-balik memikirkan struktur organisasinya saja.
PR besar dan mendasar ristek Indonesia saat ini bagaimana membalikkan piramida iptek dari dominasi pemerintah, menjadi dominasi sektor privat, baik aspek lembaga litbang, SDM peneliti, maupun anggarannya. Sekarang dari 3 aspek itu peran pemerintah 80 persen, swasta di bawah 20 persen.
Di negara maju termasuk Malaysia atau Thailand, piramidanya terbalik. Peran swasta yang dominan menjadi pusat gravitasi pembangunan iptek.
“Sudah piramidanya terbalik, anggarannya kecil dan tersebar di berbagai lembaga riset,” kata Mulyanto.
Sekretaris Kementerian Riset dan Teknologi era Presiden SBY ini meminta Pemerintah sebaiknya fokus pada kebijakan, insentif-disinsentif, dan riset dasar-frontier. “Jangan berkutat pada urusan kelembagaan, sehingga terkesan yang Pemerintah lakukan adalan “Pembangunan bidang Iptek” bukan “iptek untuk pembangunan”.
“Jadi, jangan heran kalau soal hilirisasi/komersialisasi iptek atau pembangunan inovasi teknologi kita tertinggal dibanding negara tetangga sekalipun,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)