JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Mulyanto meminta Perusahaan Listrik Negara (PLN) fokus untuk realisasikan target elektrifikasi sehingga tercapai 100 persen tahun depan.
Sebab, kata politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut dalam tertulisnya kepada Beritalima.com, Kamis (19/12) malam, dari beberapa kali Kunjungan Kerja (kunker( Komisi VII dan kunjungan anggota DPR RI ke daerah pemilihan (dapil) ditemukan ketidaksesuaian data antara klaim PLN dengan kenyataan sebenarnya.
“Misalnya di Maluku, perusahaan plat merah itu mengklaim sudah berhasil melakukan elektrifikasi 90 persen. Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, masih ditemukan wilayah yang belum teraliri listrik,” ungkap Mulyanto saat mengikuti Kunker Komisi VII DPR RI ke Kapal PLTD 120 MWe, di Ambon, Maluku, Rabu (18/12).
Untuk itu, wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut meminta Pemerintah membuat definisi ulang yang lebih jelas dan tegas tentang elektrifikasi sehingga terjadi kesepahaman antara DPR RI dan PLN tentang indikator keberhasilan elektrifikasi.
“Ini soal akurasi data. Antara PLN dan DPR RI harus punya acuan dan pengertian yang sama tentang elektrifikasi. Apakah listrik yang diproduksi secara swadaya oleh masyatakat dapat diklaim sebagai pencapaian elektrifikasi oleh PLN. Apakah berbasis desa atau rumah tangga. Bagi PLN mungkin termasuk tapi bagi DPR kan bisa jadi tidak termasuk.”
Peraih gelar Doctor of Engineering jebolan Tokyo Institute Technology (Tokodai), Jepang tersebut mengatakan, dirinya meragukan validitas data PLN yang mengklaim sudah berhasil melakukan elektrifikasi lebih dari 90 persen secara nasional.
Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini, sedikitnya ada dua tantangan besar yang dihadapi PLN dalam mewujudkan target elektrifikasi 100 persen tahun depan. Pertama, kondisi geografis daerah kepulauan dan remote area. Dan kedua, daya beli masyarakat.
Seperti di Maluku, Papua serta beberapa wilayah remote lainnya, PLN terkendala kondisi geografis untuk mengembangkan jaringan distribusi listrik. Kalaupun kendala pengembangan jaringan ini sudah teratasi, maka tantangan berikutnya adalah soal daya beli.
“Kami masih menemukan banyak masyarakat tidak mampu membayar biaya pemasangan sambungan listrik ke rumah merreka. Biaya Rp 600.000 hingga Rp 1 juta masih dianggap memberatkan,” kata pria yang baru saja ‘diganjar’ Kementerian Pertanian penghargaan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) tersebut.
Untuk itu Mulyanto mendorong Pemerintah terus mencari sumber energi listrik yang murah dan relatif mudah didistribusikan ke wilayah-wilayah remote. Pemerintah diharapkan mampu menciptakan inovasi dan pengadaan listrik bersumber energi baru terbarukan (EBT). “Sumber baterai dan EBT paling ideal, meski pada daerah yang tertentu, listrik berbasis diesel tak terhindarkan.”
Pria kelahiran Jakarta, 26 Mei 1963 tersebut mengusulkan agar Pemerintah mempertimbangkan pengadaan subsidi pemasangan listrik baru untuk masyarakat di wilayah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T).”Bila itu tidak sigap diatasi, target elektrifikasi 100 persen tahun depan itu pemerintah hanya PHP,” demikian Mulyanto. (akhir)