JAKARTA, Beritalima.com– Menjelang serah terima pengelolaan Blok Rokan, Provinsi Riau dari Chevron ke PT Pertamina, 9 Agustus mendatang, anggota Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) realistis serta objektif dalam menentukan target lifting blok ini berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimiliki perusahaan plat merah tersebut.
Karena itu, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Pembangunan dan Industri ini meminta Mulyanto Pertamina jangan sesumbar memasang target besar, yakni 300.000 bph, hampir dua kali lipat dari kinerja lifting sekarang, tanpa perhitungan akurat.
Sebab, kata wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut, kesalahan hitung target lifting dapat berpengaruh terhadap angka-angka asumsi makro pendapatan negara. “Jadi, tolong dihitung yang benar. Jangan asal-asalan atau sekedar mencari sensasi,” ujar Mulyanto kepada Beritalima.com, Kamis (31/12).
Politisi senior tersebut mengatakan, dirinya tidak bermaksud mengecilkan kemampuan PT Pertamina mengeksplorasi kilang minyak di Blok Rokan. Ia bahkan senang jika PT Pertamina benar-benar dapat merealisasikan target lifting yang sudah dihitung secara cermat.
Namun, berdasarkan pengalaman sebelumnya, target lifting Blok Rokan terus menurun, begitu pula realisasi capaiannya. Apalagi untuk alih kelola sumur-sumur tua. Sementara itu, saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19 sehingga menimbulkan masalah dalam mobilisasi tenaga dan alat kerja.
Sebelumnya, pihak Pertamina Hulu Rokan (PHR) RP Yudantoro mengatakan kepada media akan melakukan 44 pengeboran sumur pengembangan di tahun 2021 serta 182 pengeboran sumur pengembangan, injeksi uap, injeksi air dan injeksi kimia di tahun 2022 dalam rangka mengejar target 300 ribu barel per hari (bph).
Menanggapi target lifting yang tinggi itu, Mulyanto mengingatkan PHR fokus menjaga kinerja lifting Blok Rokan agar tidak turun dari realisasi lifting sebelumnya. “Yang terakhir ini lebih realistis dari pengelolaan sumur-sumur tua pasca alih kelola. Apalagi pandemi Covid-19 di kita belum lagi usai. Mobilisasi orang dan alat masih terkendala. Jangan memasang target yang terlalu bombastis. Nanti malu kalau tidak tercapai.”
Ditambahkan, pada masa transisi alih-kelola Blok Rokan ini, PT Pertamina tidak berhasil bernegosiasi untuk dimungkinkan melakukan pengeboran sumur baru. Sementara Chevron mustahil mengerjakan tugas ini karena sudah menyatakan mengakhiri kontrak kerja mereka di blok ini.
“Target lifting minyak kita sendiri dari tahun ke tahun semakin turun, begitu pula realisasinya. Sementara, baru saja Pemerintah mencanangkan target lifting 1 juta bph di tahun 2030, terjadi pandemi Covid-19 sejak Maret tahun ini. Memang kondisinya tidak terlalu kondusif.” Imbuh Mulyanto
PT Pertamina perlu berkonsolidasi lebih baik lagi untuk sektor hulu migas yang ditanganinya. Karena, bila tidak ada aral melintang, secara resmi Blok Rokan, dengan lifting minyak nomor dua setelah Blok Cepu yang dikelola Exxon Mobil, akan diambil alih 9 Agustus 2021. “Ini akan menjadi sejarah baru bagi pegelolaan hulu migas Indonesia, karena Pertamina menjadi dominan menguasai hampir sebesar 63 persen dari total produksi minyak nasional.
Sekarang ini dari 10 KKKS terbesar, kontribusi Pertamina (baik PHE maupun Pertamina EP) terhadap total lifting nasional hanya sebesar 37 persen. “Ke depan, tanggung jawab Pertamina bagi pengelolaan hulu minyak nasional menjadi sangat besar. Perlu langkah-langkah korporasi yang prudensial,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)