Mulyanto: Pemerintah Harus All Out Selamatkan PT PLN

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto angkat bicara terkait kondisi keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebut kondisi PLN saat ini sudah kritis, sehingga perlu bantuan untuk disehatkan.

 

Namun, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan itu tidak setuju Pemerintah menaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebagai solusi penyehatan PLN (Persero).

Menurut Wakil Rakyat dari Dapil III Provinsi Banten itu, persoalan PLN ini disebabkan perencanaan usaha ketenagalistrikan yang kurang akurat dan beresiko tinggi. Aspek ini yang perlu diperbaiki.

 

Dikatakan, Pemerintah harus totalitas all out membantu PLN. Jangan mudahnya saja memberikan penugasan tanpa memperhatikan betul kondisi PLN. Agar ujungnya rakyat tidak menerima beban, seperti usulan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) ini.

 

“Buat PKS opsi menaikan TDL harus dihindari sejauh mungkin. Selain kondisi ekonomi masyarakat yang lemah, karena pandemi, saat ini harga listrik di Indonesia juga sudah relatif tinggi di banding negara-negara ASEAN lainnya”, tegas Mulyanto.

 

Dengan kondisi keuangan saat ini, lanjut Mulyanto, sulit bagi PLN melakukan pengembangan usaha.

“Dengan irama seperti ini, jangankan untuk berkembang, dapat bertahan saja sudah bagus,” kata Mulyanto.

Sebelumnya dalam RDP dengan DPR RI, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengungkapkan, kondisi keuangan PLN tidak mampu untuk melakukan investasi sesuai yang ditargetkan.

Setiap tahun nilai investasi PLN melorot.

Saat ini posisi utang PLN mencapai Rp 500 triliun dengan laba hanya Rp 5 triliun. Karena itu, PLN minta bantuan penyertaan modal Pemerintah, agar dapat melaksanakan pengembangan usaha ketenagalistrikan.

 

Menanggapi kondisi itu, Mulyanto mengatakan, apa yang terjadi di PLN disebabkan perencanaan kelistrikan yang lemah. Sebelumnya PLN terus membangun pembangkit listrik batu bara, sementara listriknya tidak diserap pasar.

 

Akibatnya, dari sisi, teknis Jawa-Bali surplus listrik hampir mencapai 40 persen. Dari sisi keuangan, PLN utang sampai Rp 500 triliun untuk investasi kelistrikan.

Untuk membayar cicilan utang dan menanggung beban tagihan Take Or Pay (TOP) dari IPP, dimana listrik harus dibayar, baik dipakai atau tidak oleh PLN, menyebabkan keuangan PLN tertekan berat.

Tidak mampu berinvestasi.

Laba PLN hanya RP 5 triliun. Itupun karena ada subsidi dan kompensasi dari Pemerintah. Bila tidak ada, keuangan PLN tentu akan minus. ”

Tanpa investasi, tentu PLN tidak berkembang dan menghasilkan keuntungan. Inilah persoalan riil PLN,” papar dia.

Melihat kondisi PT PLN demikian, pegang gelar Doktor Teknik Nuklir, Tokyo Institute of Technology (Tokodai), Jepang (1992–1995) ini meminta Pemerintah cermat dalam merumuskan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, yang sampai hari ini belum terbit, padahal sudah terlambat 9 bulan.

Demikian juga dengan program Pemerintah terkait Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. Jangan sampai semangat untuk green energy, karena tekanan pihak asing, mengorbankan PLN atau rakyat dengan tarif listrik yang melambung.

 

“Dengan rencana tambahan PLTS Atap 3.61 GW pada daerah surplus listrik, bukan hanya PLN kehilangan pendapatan sejumlah daya itu, tetapi juga tetap harus membayar TOP.

Diperkirakan sekitar Rp 5,7 triliun per tahun PLN kehilangan pendapatan akibat PLTS Atap ini.,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait