JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior di Komisi VII DPR RI membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan&Teknologi (Iptek) dan Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto minta PT Pertamina (persero) menjelaskan secara terbuka kepada publik terkait masalah yang terjadi di perusahaan plat merah tersebut.
Itu dikatakan Mulyanto dalam keterangan tertulis melalui WhatsApp (WA) kepada Beritalima.com, Jumat (8/1) terkait dengan gugatan yang dilakukan perusahaan asal Amerika Serikat, Anadarko Petroleum Corporation Rp 39,5 triliun.
Dikatakan Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang Industri dan Pembangunan DPR RI itu, nilai gugatan perusahaan AS ini tak main-main karena Pertamina harus membayar kerugian Rp 39,5 triliun akibat pembatalan perjanjian impor LNG 1 juta ton (MTPA) pertahun dalam jangka waktu 20 tahun dari Mozambik Februari 2019.
Mulyanto meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar akurat dalam menyusun perencanaan pertumbuhan kebutuhan energi. Jangan sampai terjadi ketidaksesuaian atau miss match seperti kasus listrik PLN yang over supply mendekati 50 persen.
Saat produksi listrik berlebih, PLN malah membangun pembangkit dengan utang yang mencapai Rp 500 triliun. “Terkait komoditas gas juga serupa. Di saat produksi LNG kita surplus, sehingga memungkinkan untuk ekspor, Pertamina justru mengimpor gas dalam jumlah besar. Logikanya tidak pas. Padahal diketahui, transaksi berjalan perdagangan migas kita terus tekor setiap tahun. Semestinya yang dilakukan bukan impor gas, tetapi ekspor.”
Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten ini minta Pemerintah menegur Pertamina yang ingin mengambil keuntungan dengan menabrak logika perdagangan komoditas energi selama ini. “Secara umum, strategi dasar kita adalah menggenjot lifting migas, sehingga semakin baik memenuhi kebutuhan migas domestik dan terus mengurangi impor migas, yang dengan itu defisit transaksi berjalan migas dapat direduksi. Syukur kalau bisa surplus. Bukan malah memperbesar defisit transaksi berjalan melalui impor LNG,” tegas Mulyanto.
Ia menilai, Pertamina lalai menganalisis data kebutuhan gas dalam negeri. Akibatnya perusahaan plat merah itu harus menghadapi gugatan dengan nilai yang tidak sedikit. “Seperti diketahui, sebelum datangnya pandemi Covid-19 sudah muncul kelesuan dalam permintaan energi untuk industri, apalagi setelah terjadi pandemi, yang sampai hari ini belum berakhir, permintaan energi di sektor industri semakin melemah,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)