Mulyanto: Pemerintah Lembek Hadapi Perusahaan Listrik Swasta

  • Whatsapp
<p>Petugas memeriksa kincir angin pada Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTB) di Jakarta, Jumat (11/11). Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM menargetkan pada tahun 2025 potensi PLTB direncanakan sebesar 2.500 megawatt (MW). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww/16.</p>

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dr H Mulyanto menyayangkan sikap Pemerintah karena lembek bernegosiasi dengan pihak Independen Power Producer (IPP) terutama dalam hal pemberlakuan klausul “take or pay”.

Harusnya Pemerintah, jelas Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI tersebut kepada Beritalima.com, Jumat (7/2) siang, bersikap tegas kepada perusahaan produsen listrik swasta dengan cara menolak ketentuan “take or pay”.

Soalnya, lanjut wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten ini, ketentuan itu membebani keuangan negara. Take or pay adalah suatu ketentuan dalam perjanjian kerja sama produksi listrik oleh perusahaan swasta atau yang biasa disebut IPP. Dalam take or pay itu mewajibkan pemerintah dalam hal ini PT PLN (Persero) membeli semua listrik yang dihasilkan IPP.

Ketentuan ini diperlukan pihak IPP agar ada jaminan pengembalian biaya operasional yang sudah dikeluarkan. Namun, bagi pemerintah kebijakan ini menjadi beban yang tidak ringan. Karena pemerintah harus membeli energi dari IPP meski persediaan listrik yang akan didistribusikan perusahaan plat merah itu melebihi dari kapasitas yang diperlukan.

“Pemerintah harusnya tidak cukup hanya dengan cara mendorong atau mengimbau PLN untuk renegosiasi dengan IPP terkait klausul take or pay. Pemerintah harus bisa memaksa pihak swasta meninjau ulang keberadaan klausul itu dengan memperhatikan kondisi objektif yang dihadapi PLN,” tegas Mulyanto.

Bahkan hal itu juga disampaikan penyandang gelar Doctor of Engineering jebolan Tokyo Institute Technology (Tokodai) Jepang tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Direktorat Jenderal(Dijen) Kelistrikan, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (Kementerian ESDM) di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI Gedung Nusantara I KOmplek Parlemen pertengahan pekan ini.

Pada kesempatan itu, Mulyanto mengingatkan PLN, sesuai amanah UUD 1945, pasal 33, Pemerintah sebagai representasi negara harusnya bisa menguasai sumber daya setrum ini untuk kesejahteraan rakyat. Untuk itu Pemerintah tidak boleh kalah dari swasta dalam hal penguasaan sumber daya listrik ini.

“Ini mendesak untuk diselesaikan agar beban Pemerintah tidak bertambah berat karena harus membeli listrik lebih banyak dari yang dibutuhkan. Dengan ketentuan seperti ini tidak heran jika harga listrik ditingkat pelanggan menjadi lebih mahal,” ujar Mulyanto.

Lebih lanjut Mulyanto minta Pemerintah mengembangkan langkah strategis agar program pengadaan listrik oleh pihak swasta lebih adil serta efisien sehingga harga jual listrik kepada konsumen lebih terjangkau. Ke depan, dari sisi hulu pembangkit Pemerintah harus meningkatkan peran dan posisi tawar BUMN listrik nasional.

“Jangan sampai pembangkit listrik didominasi IPP yang akhirnya mendikte harga listrik kepada kita. Pemerintah juga harus mampu menyusun perencanaan kebutuhan listrik nasional secara lebih akurat sehingga tidak ada kejadian over supply listrik yang ujung-ujungnya hanya menjadi beban kita semua, beban rakyat,” demikian Mulyanto. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait