JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri&Pembangunan, Dr H Mulyanto mengkritisi rencana Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo menghilangkan data kematian dalam laporan perkembangan penanggulangan pandemi virus Corona (Covid-19) di tanah air.
Menurut anggota Komisi VII DPR RI ini, langkah itu tidak tepat karena dapat mengaburkan gambaran jumlah dan persebaran efek fatalitas Covid-19. Data kematian akibat Covid-19 itu justru merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan proses treatment dari konsep Testing, Tracing, Treatment (3T).
“Apa ada indikator lain yang dapat mengukur fatality dari Covid-19 ini? Rasanya tidak ada. Karena itu Pemerintah sebaiknya mengevaluasi secara komprehensif dan teliti penyebab tidak akuratnya data angka kematian akibat Covid-19,” kata Mulyanto.
Yang dibutuhkan adalah langkah koreksi dan perbaikan atas data angka kematian Covid-19 tersebut, bukan malah menghapus indikator kematian.
“Pemerintahan Jokowi jangan seperti pepatah Buruk Rupa Malah Cermin Dipecah,” tegas Mulyanto kepada Beritalima.com, Rabu (11/8) petang.
Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut menyayangkan sikap Pemerintah Jokowi yang sering blunder dan tidak scientific based dalam penanggulangan Covid-19.
Sebelumnya masyarakat kaget dengan pernyataan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marinves), Luhut Binsar Panjaitan yang mengaku baru mengetahui pentingnya tracing dalam penanggulangan Covid-19. Padahal pandemi ini sudah berjalan hampir 2 tahun menyerang masyarakat di berbagai wilayah di tanah air.
Kini Luhut kembali membuat kebijakan yang membingungkan yaitu ingin menghapus data kematian sebagai indikator penanggulangan Covid-19. Alasannya karena ada kesalahan dalam proses input data kematian virus Corona sehingga data tersebut tidak akurat.
Kalau masalahnya kekeliruan input, yang perlu dilakukan verifikasi ulang data yang ada. Jangan indikatornya yang dihilangkan.
Pemerintah jangan ingin terlihat berkinerja baik, tetapi dengan jalan pintas memoles data (window dressing) yang berlebihan.
“Bukan dengan cara menghapus seluruh data yang ada. Pemerintah jangan akal-akali rakyat dengan data. Misalnya: ingin angka kasus positif harian rendah, diupayakan dengan mengurangi jumlah testing. Atau karena melihat angka kematian, yang jelek atau tidak akurat, dihapus saja indikator kematian Covid-19 dan lain-lain,” jelas dia.
Yang perlu dilakukan, ungkap Doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology (Tokodai), Jepang, 1995 tersebut, harusnya memperbaiki data itu. Jangan malah dengan membuang indikatornya.
“Sebab, belum ada indikator pengganti atau indikator lain yang dapat mengukur fatalitas akibat Covid-19 tersebut selain indikator kematian. Sebaiknya Jokowi tidak menyembunyikan data kematian karena Covid-19 ini,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)