Mulyanto Pertanyakan Komitmen Pemerintahan Jokowi Bangun PLTN

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Legislator Dapil III Provinsi Banten di Komisi membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) serta Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto mempertanyakan komitmen Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

Menurut ahli nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology (Tokodai), Jepang 1995 itu, sikap Pemerintahan Jokowi tidak jelas sehingga program pembagunan PLTN jalan di tempat.

Bahkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Kepala Badan Tenaga Nuklir (Batan) dan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapetan) di Jakarta pekan ini terungkap, hasil review lembaga tenaga atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA) 2009 menyebutkan, pengembangan PLTN di Indonesia masih terkendala karena lemah dalam aspek komitmen Negara, dukungan pendanaan dan finansial serta keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholder).

Sementara kesiapan infrastruktur teknis secara umum dinilai sudah lumayan baik. Ini adalah syarat awal dan utama dalam seluruh tahap perencanaan pembangunan PLTN. Melihat kondisi ini Mulyanto minta Batan lebih aktif mensosialisasikan keunggulan PLTN.

“Sebagai lembaga promotor nuklir, Batan seperti mendorong mobil mogok, karena belum berhasil menggerakkan stakeholder yang lain untuk terlibat aktif. Hanya beberapa pemda provinsi tertentu yang tertarik. Contohnya, Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir (MPTN) dan organisasi pelaksana program nuklir (NEPIO) belum dibentuk. Sementara di dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) energi nuklir masih ditempatkan sebagai opsi terakhir.”

Karena itu, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, Batan perlu aktif menyampaikan kepada publik keunggulan utama PLTN secara lugas dan gamblang. Sampaikan data perbandingan keunggulan PLTN dengan pembangkit listrik dari sumber-sumber lainnya sehingga publik dan stakeholder nuklir paham keunggulan dan urgensi pembangunan PLTN.

Perlu kerja ekstra untuk meyakinkan stakeholder energi, agar mau terlibat dalam bidang ini terutama kementerian ESDM, DEN serta Perusahaan Listrik Negara (PLN). Jadi kalau diringkas, Pemerintah memang tidak punya political will untuk membangun PLTN.

“Itu terbukti dengan tak jelasnya posisi Negara, belum terbentuknya Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir (MPTN) sebagaimana amanat UU No: 10/1997 tentang ketenaganukliran; dan tidak adanya Nuclear Energy Programme Implementing Organization (NEPIO).”

Padahal, lanjut Mulyanto, kalau semua sudah siap saja masih perlu waktu paling tidak 10 tahun sejak pembangunan hingga PLTN beroperasi. Itu bukan waktu yang sebentar,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait