JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior di Komisi VII DPR RI membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Dr H Mulyanto mengaku aneh beberapa ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang menjadi inisiatif Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Salah satunya, kata anggota Badan Legislasi DPR RI tersebut kepada Beritalima.com di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (22/7) sore, terkait dengan kewenangan Ketua Dewan Pengarah BPIP, Megawati Soekarnoputri dapat menunjuk pejabat ex-officio Ketua Dewan Pengarah badan dan lembaga yang menyelenggarakan riset serta inovasi nasional.
Dalam Pasal 10 ayat 1, kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Perindustrian dan Pembangunan tersebut, RUU BPIP disebutkan, Dewan Pengarah sebagaimana dimaksud Pasal 9, ayat 2 dapat menunjuk ketua atau salah satu anggota untuk menjabat ex officio sebagai ketua dewan pengarah di kementerian/ badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi dan inovasi.”
Menurut wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut, ketentuan ini sangat bahaya karena secara tidak langsung memberi jalan kepada seseorang untuk mengatur berbagai hal yang di luar kewenangannya. Dengan ketentuan ini badan dan lembaga riset dan inovasi sangat mudah dipolitisasi.
Dikatakan, secara kelembagaan, ini terlalu memaksakan diri kalau Ketua Dewan Pengarah BPIP secara ex-officio harus menjadi Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inivasi Nasional BRIN. “Kalau dicari-cari mungkin saja ada hubungan antara haluan ideologi Pancasila dengan riset dan inovasi, namun hubungan itu terlalu mengada-ada,” lanjut pemegang gelar doktor teknologi nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology ini.
Sebagai mantan peneliti, Mulyanto dapat merasakan kegelisahan para pihak terkait keberadaan ketentuan ini. Meski baru sebatas rancangan, tetapi keberadaan ketentuan ini bisa mengganggu fokus kerja riset dan inovasi bangsa.
Dengan ketentuan ini, sangat mungkin arah kebijakan riset dan inovasi menjadi politis.”Para peneliti IPTEK banyak yang bertanya, apakah karena terkait soal ini Perpres kelembagaan BRIN, sejak kabinet Jokowi Jilid II terbentuk, sampai hari ini belum terbit,” jelas laki-laki kelahiran Jakarta, 26 Mei 1963 ini/
Ditambahkan, ketentuan ini mencerminkan Pemerintah pimpinan Presiden Jokowi tidak serius mengembangkan inovasi nasional, baik dari aspek pendanaan maupun kelembagaannya.
Padahal kepada masyarakat Pemerintah selalu mengatakan, akan mengembangkan inovasi sebagai sumber daya saing dan engine of growth ekonomi nasional. “Pemerintah semestinya segera membentuk BRIN ini, agar roda pembangunan riset dan inovasi nasional berputar cepat, bukan malah menelantarkannya,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)