Mulyanto Sebut Banyak Rugi Pemerintahan Jokowi Lebur BPPT

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Wakil rakyat di Komisi membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) serta Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto menilai, keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melebur Badan Pengkajian&Penerapan Teknologi (BPPT) ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merugikan Pemerintah.

Soalnya, ungkap politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu dalam keterangan pers yang diterima awak media, Senin (10/5), karena, setelah dilebur, secara umum fungsi BPPT menciut sekedar menjadi Organisasi Pelaksana Litbangjirap (OPL).

Litbangjirap dimaksud adalah penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan. Dengan penciutan peran itu dikhawatirkan akan menyebabkan merosotnya kinerja rekayasa dan jasa teknologi nasional yang diberikan sekarang ini.

Seharusnya secara alamiah, perkembangan kelembagaan riset mengikuti dinamika perkembangan Iptek, berupa spesialisasi yang semakin tajam konsentrasi kepada spesialisasi lembaga dan otonomi. Perkembangan ini melampaui disiplin, cabang dan rumpun ilmu.

“Dari spesialis menjadi sub-spesialis, bahkan kelompok khusus. Lalu terjadi penggabungan kelompok-kelompok rintisan menjadi sub-spesialis baru dan seterusnya,” jelas anggota Komisi VII DPR RI tersebut.

Wakil rakyat Dapil III Provinsi Banten itu menambahkan lembaga-lembaga riset ini diarahkan berkonsentrasi pada bidangnya dari aspek Sumber Daya Manusia (SDM) dan pendanaan. Lalu dengan otonomi yang dimiliki, mereka menjelajahi dunianya dengan percaya diri untuk mengokohkan kompetensi yang ditekuni.

“Itu yang terjadi di lembaga-lembaga riset di Jepang, Korea Selatan dan di negara-negara Eropa Barat. Di negara itu diberlakukan spesialisasi kelembagaan, bukan sebaliknya penggabungan atau peleburan di tingkat Badan atau lembaga riset, yang lebih bersifat administratif-birokratis dengan alasan efisiensi anggaran,” imbuh Mulyanto.

Mantan Sekretaris Kementerian Ristek ini menjelaskan, BPPT dalam perkembangannya terlihat memiliki pola pengembangan yang otonom dan menghasilkan kompetensi baru. Spesialisasi itu mewujud dalam rekayasa dan jasa layanan teknologi di balai-balai teknologinya.

Balai-balai teknologi ini berkembang dari hanya beberapa buah, kini menjadi 18 Balai Jasa Teknologi. Masing-masing berkembang dengan produk jasa dan kompetensi khusus yang berbeda. Sebut misalnya teknologi modifikasi cuaca; jasa teknologi polimer, jasa teknologi uji konstruksi dan lain-lain.

Kompetensi inti balai teknologi ini, bersama pengalaman pelayanan di masyarakat, semakin meningkat. Belum lagi 20 Pusat Teknologi yang menjalankan fungsi pengkajian dan perekayasaan teknologi yang menaungi balai-balai di atas.

“Sebenarnya akan lebih masuk akal, dalam kerangka spesialiasi ini, justru dibentuk badan-badan baru, mempertajam riset dan inovasi yang tengah ditekuni serta mengeksplorasi hal-hal baru yang mungkin, ketimbang peleburan BPPT ke dalam BRIN.

Dengan begitu, jarak antara invensi dan inovasi semakin pendek dimana hasil riset dan rekayasa teknologi dapat segera dibawa ke pasar untuk dikomersialisasi menjadi produk barang dan jasa teknologi dalam industri.  “Seharusnya arah ini didorong untuk semakin dinamis dan bergairah,” tegas Mulyanto.

Karena itu, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Pembangunan dan Pembangunan ini berpendapat penggabungan BPPT ke dalam BRIN, ditambah Batan, Lapan dan LIPI akan membentuk badan riset dan inovasi yang sangat gemuk.

Menurut Mulyanto, kondisi ini diprediksi akan membuat gerak badan riset ini menjadi lamban. Banyak hal krusial yang harus dicermati, bila penggabungan BPPT dan LPNK Ristek lainnya benar-benar dijalankan.

Selain soal susunan organisasi dan tata kerja, juga manajemen administrasi, nomenkaltur anggaran, asset dan SDM.  Belum lagi soal penyatuan budaya kerja, karakter, tradisi, etos dan jiwa korsa lembaga.

“Karena itu, saya khawatir dengan rencana peleburan lembaga riset ini. Alih-alih terjadi efisiensi dan peningkatan kinerja lembaga, yang timbul nanti justru adalah kelambanan kinerja. Ini set back,” tambah Mulyanto.

Karena itu, lanjut Mulyanto, Pemerintah perlu menghitung dengan dengan cermat untung-rugi peleburan BPPT dan LPNK ristek lainnya ke dalam BRIN. Apalagi amanat UU No: 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek agar BRIN mengintegrasikan riset dan inovasi nasional dengan mengarahkan dan mensinergikan secara nasional terutama penyusunan perencanaan, program, anggaran dan sumber daya iptek lainnya. Bukan untuk melebur seluruh lembaga riset.

Untuk diketahui, BPPT adalah Lembaga Pemerintah Non-Kementerian yang berada dibawah koordinasi Kementerian Riset, Teknologi yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi. Proses pembentukan BPPT bermula dari gagasan Presiden RI ke-2, Soeharto kepada Prof Dr Ing BJ Habibie 28 Januari-1974.

Kala itu, Habibie diangkat selaku penasehat pemerintah di bidang advance teknologi dan teknologi penerbangan yang bertanggung jawab langsung kepada presiden dengan membentuk Divisi Advance Teknologi dan Teknologi Penerbangan (ATTP) Pertamina.

Dua tahun kemudian, ATTP berubah menjadi Divisi Advance Teknologi Pertamina. Kemudian berubah menjadi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi melalui Kepres No.25/1978. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait