JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Dr H Mulyanto mengatakan, vaksinasi berbayar rawan penyimpangan. Karena itu, Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowo) harus berhati-hati memberlakukan kebijakan vaksinasi berbayar tersebut.
Menurut anggota Komisi VII DPR RI itu, kebijakan vaksin berbayar rawan penyimpangan dengan beragam model, salah satunya penyalagunaan vaksin gratis untuk keperluan vaksin berbayar.
Ketika coverage vaksinasi masih rendah, dengan jumlah vaksin yang terbatas, disparitas vaksin akan berbahaya karena akan terjadi pengoplosan dari vaksin gratis menjadi vaksin berbayar.
“Karena itu, sebaiknya rencana vaksinasi berbayar tersebut ditunda saja pelaksanaannya hingga kondisi memungkinkan,” ujar Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan tersebut kepada Beritalima.com di Jakarta, Sabtu (28/8) siang.
Dikatakan, vaksinasi berbayar baru dapat dilakukan bila Pemerintah telah menyelesaikan kewajibannya memvaksin semua masyarakat. Dengan demikian, vaksinasi berbayar itu sifatnya pilihan bagi siapa saja yang membutuhkan vaksin tambahan.
“Kalau sekarang, saya rasa waktunya belum tepat. Saat ini masyarakat banyak yang butuh vaksin. Jadi, negara harus melayani dengan baik. Bukan malah menjadikan sebagai komoditas bisnis. Pemerintah tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya,” tegas Mulyanto.
Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut menambahkan, alasan Pemerintah ingin melaksanakan vaksin berbayar untuk mempercepat proses herd immunity juga kurang tepat.
Menurut dia, vaksinasi berbayar ini justru berpotensi menurunkan minat masyarakat untuk vaksin karena tidak tertutup kemungkinan bila rencana vaksinasi berbayar ini jadi dilaksanakan, layanan vaksinasi gratis akan berkurang. Dengan demikian masyarakat menjadi tak punya pilihan selain ikut vaksin berbayar.
“Kalau kondisi ini sampai terjadi saya khawatir vaksinasi bukan jadi cepat malah semakin lambat. Padahal saat ini Indonesia perlu menambah jumlah cakupan vaksinasi. Karena rasio vaksinasi kita masih jauh dari standar WHO,” kata Mulyanto.
Berdasarkan info harian dari Our World in Data persentase penduduk Indonesia yang sudah divaksin 21 persen. Dan, 9,4 persen di antaranya sudah mendapat vaksin ‘lengkap’ sementara 12 persen sisanya baru mendapat vaksin dosis pertama.
Angka ini terpaut jauh dengan cakupan vaksinasi di India yang mencapai 33 persen dari total penduduk, 24 persen sudah mendapat vaksin lengkap dan 9,6 persen baru mendapat vaksin dosis pertama.
Kecepatan vaksin Indonesia masih di bawah 1 juta penduduk perhari, sedangkan di India sudah mencapai 4,6 juta penduduk perhari.
Saat mengikuti Rapat Paripurna DPR RI, Selasa lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan rencana Pemerintah memberlakukan vaksinasi berbayar 2022. Hal ini dimaksudkan untuk mengejar target herd immunity.
(akhir)