Naikan Iuran BPJS, Dede Yusuf: Perbaiki Dulu Tata Kelola dan Manajenem

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) boleh saja menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan asalkan lebih dahulu dibenahi tata kelola dan manajemennya.

Hal itu dijelaskan Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf dalam dialietika demokrasi dengan tema ‘Iuaran BPJS Kesehatan Naik, Bebani Rakyat?’ bersama anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Angger Yuwono di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/9).

Dikatakan anggota fraksi Partai Demokrat ini, Komisi IX DPR tetap memberi ruang untuk menaikkan iuran paket kelas III BPJS Kesehatan, asal tata kelola dan manajemen pelayanan, obat-obatan, dan lainnya diperbaiki.

Opsi kenaikan itu, kata Dede, nomor ke-9 atau 10 dari catatan prioritas DPR yang harus diperbaiki BPJS. “Perbaiki dulu data atau data cleansing, agar defisit keuangan penyelenggara Program Jaminan Kesehatan itu bisa diatasi ketimbang menaikkan iuran. Jangan selama ini salah sasaran, karena jumlah rakyat miskin 10 persen atau sekitar 26 juta orang. Bila lebih berarti salah sasaran,” kata dia.

Jenis paket atau format yang diadopsi BPJS dari Malaysia tersebut saat diterapkan di Indonesia ternyata tak disepakati para dokter dan Rumah Sakit (RS), khususnya berbagai jenis penyakit dan lama pelayanan perawatan di rumah sakit.

Anehnya lagi, kata wakil rakyat dari Dapil Provinsi Jawa Barat ini, daerah tidak mengoptimalkan BPJS dan malah menarik anggarannya untuk membangun RS. Padahal, rakyat mayoritas menggunakan paket kelas III sekitar 130 juta orang.

Sedangkan untuk paket kelas I dan II, DPR menyerahkan ke pemerintah. “Jadi, masalahnya kolekting data, bukan besaran iurannya. Makanya tata kelola, manajemen BPJS itu harus dievaluasi secara menyeluruh,” ungkap dia.

Angger Yuwono malah mengatakan, jika tidak ada kenaikan, maka di tahun 2024 nanti BPJS Kesehatan akan mengalami defisit Rp 77,9 triliun. “Kalau BPJS ini tidak naik dan tanpa melakukan upaya-upaya lainnya termasuk evaluasi tata kelolanya, maka tahun 2024 akan defisit Rp 77,9 triliun,” tegas Angger.

Defisit BPJS Kesehatan itu mulai Rp 39,5 triliun (2020), Rp 50,1 triliun (2021), Rp 58,6 triliun (2022), Rp 67,3 triliun (2023) dan Rp 77,9 triliun (2024), total Rp 290-an triliun. Juga BPJS Mandiri, anggotanya yang aktif membayar hanya 55 persen, selebihnya tidak membayar. “Jadi, semuanya harus diperbaiki,” demikian Anger Yuwono. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *