SURABAYA – beritalima.com, Ir. Willy Tanumulia dan tiga terdakwa lainnya yakni Emmy Tanumulia, drg. Grietje Tanumulia dan Fransiskus Martinus Soesetio dalam perkara pidana kepemilikan saham Es Krim Zangrandi,
mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Damang Anubowo dari Kejari Surabaya.
Dalam eksepsi yang dibacakan tim kuasa hukumnya Erles Rareral SH. MH dkk, mereka menyebut dakwaan JPU tidak jelas, tidak lengkap dan tidak cermat. Karena dakwaan alternatif dari pasal 372 dan pasal 266 ayat (1) KUHP tidak diuarikan unsur-unsur delik secara spesifik.
Bahkan menurutnya, jika dicermati uraian unsur-unsur delik meteriil dari dakwaan pertama dan kedua sengaja dipaksakan demi memenuhi hasrat dari pihak pelapor semata. JPU juga tidak dapat membedahkan antara hukum waris dengan hukum pidana.
“Sehingga kami menilai, dakwaan JPU tidak jelas, tidak lengkap dan tidak cermat, dakwaan JPU menjadi kabur (obscuur libel),” terang Erles Rareral dalam surat eksepsi yang dibacakan dihadapan majelis hakim pimpinan Pudjo Saksono. Selasa (21/1/2020).
Dalam eksepsinya yang dibacakan Erles Rareral, terdakwa juga menyebut, kasus yang membelitnya ini bukanlah kasus pidana melainkan pedata. Hal ini dibuktikan dengan adanya Akta Pendirian PT. Zangrandi Prima berdasarkan Akta No. 29 tanggal 12 Pebruari 1998 dan Akta No. 31 tanggal 12 Pebruari 1998 tentang Surat Pernyataan yang dibuat dihadapan Susanti, S.H Notaris /PPAT di Surabaya antara Sylvia Tanumulia dengan Evy Susantidevi.
“Dimana dalam pembuatan Akta pendirian PT. Zangrandi Prima tersebut, nama Evy Susantidevi tidak ada didalam Akta pendirian yang dikeluarkan oleh Notaris/PPAT Susanti, SH,” sambung Erles.
Setelah mendengarkan eksepsi, hakim mengabulkan penangguhan penahanan terdakwa kepemilikan saham Es Krim Zangrandi, Ir. Willy Tanumulia dan Fransiskus Martinus Soesetio yang selama ini ditahan di Rutan Kelas 1 Medaeng, menjadi tahanan kota.
Majelis hakim yang diketuai Pudjo Saksono mempertimbangkan permohonan kuasa hukum Ir. Willy Tanumulia dan Fransiskus Martinus Soesetio jika terdakwa akan kooperatif untuk menghadiri persidangan.
“Setelah kami rapatkan, permohonan penahanan dari rumah tahanan ke tahahan kota kami kabulkan, mulai 21 Januari 2020. Kuasa hukum terdakwa siap menjamin kedua terdakwa tidak menghilangkan alat bukti dan melarikan diri,” kata Pudjo pada saat persidangan.
Usai sidang, Erles mengakui kalau perkara ini terkesan dipaksakan, sebab sejak awal pendirian PT, faktanya nama Evy Susantidevi tidak ada dalam Akta Pendirian PT. Zangrandi Prima.
Kendati Evy Susantidevi adalah anak dari pasangan suami istri (Pasutri) Alm. Adi Tanumulia dan Alm. Jani Limawan pemilik perusahaan penjualan es krim Zangrandi.
“Sayangnya perkara ini kok bisa di P-21 oleh Jaksa. Padahal nama Evi tidak tertera dalam akta pendirian. Evi itu warga negara Belanda, dan celakanya Evi memberikan kuasa kepada anaknya Monik yang juga warga negara Belanda untuk melaporkan kasus ini,” tandas Erles.
Diketahui, pasangan suami istri (Pasutri) Alm. Adi Tanumulia dan Alm. Jani Limawan, pemilik perusahaan penjualan es krim Zangrandi mempunyai tujuh anak kandung, yakni Sylvia Tanumulia, Robiyanto Tanumulia, Emmy Tanumulia, Willy Tanumulia, Ilse Radiastuti Tanumulia, Evy Susantidevi Tanumulia dan Grietje Tanumulia.
Setelah pasutri Alm. Adi Tanumulia dan Jani Limawan meninggal dunia, semua kegiatan usahanya dilanjutkan oleh anak-anaknya dengan mendirikan PT. Zangrandi Prima berdasarkan Akta No. 29 tanggal 12 Pebruari 1998.
PT. Zangrandi Prima mempunyai 320 saham dengan harga Rp. 1 juta/lembar saham dan telah ditempatkan sebesar 80 saham, untuk 6 pemegang saham yang telah menyetorkan uang tunai sebagai bentuk kepemilikan saham.
Dengan rinvian, Sylvia sebanyak 20 saham, Robyanto Ichwan 10 saham, Emmy 10 saham, Willy 10 saham, Ilse Radiastuti 20 saham, dan Grietje 10 saham.
Pada 12 Pebruari 1998, Sylvia Tanumulia membuat Akta No. 31 tanggal 12 Pebruari 1998 tentang Surat Pernyataan yang dibuat dihadapan Susanti, S.H Notaris /PPAT di Surabaya. Dalam akta itu Sylvia mengaku dari 20 saham tersebut yang 10 saham adalah milik Evy Susantidevi.
Akan tetapi pada saat RUPS, saham sebanyak 20 milik Sylvia (alm) dan Evy tersebut malah beralih kepada Willy (7) saham, Grietje (7) saham, dan Emmy (6) saham, sesuai dengan Surat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No : AHU-AH.01.03-0165811 tanggal 25 Agustus 2017. Dan hasil rapat tetap disahkan Fransiskus.
Atas pengalihan saham dari para terdakwa, korban Evy Susantidevi merasa dirugikan karena pada saat RUPS saham miliknya ikut dibagikan. (Han)