Jakarta — Ketua Panja RUU Masyarakat Hukum Adat, Willy Aditya, S.Fil., mengaku belum tahu jelas kapan Rancangan Undang-undang (RUU) Hukum Adat akan diselesaikan. Menurutnya banyak kendala ynang menghadang lahirnya Undang-undang ini
”Jangankan di undangkan, diparipurnakan saja belum. Padahal UU Hukum Adat ini sudah lama dan sangat diperlukan dalam melindungi dan melestarikan adat di Indonesia, ”kata Willy dalam Forum Legislasi dengan tema “Urgensi RUU Masyarakat Hukum Adat”, di Media Center DPR, selasa (23/11/2021) bersama pengamat hukum Dr Aartje Tehupeiory, S.H., M.H dan aktivis lingkungan Erasmus Cahyadi (virtual).
Anehnya lagi, lanjut politisi Nasdem ini, surat dari presiden (surpres) soal RUU ini sudah turun, tapi Daftar Imventarisasi Masalah (DIM) nya belum ada.
”Lah ini kan namanya ngasih cek kosong. Ibarat kita dikasih mobil tapi nggak dikasih kuncinya,’kata Wili.
Bisa dibayangkan, Surpres turun, DIM nggak ada, bagainana cara melanjutkan pembahasan RUU ini. RUU yang merupalan inisiasi DPR ini sudah dibahas di Badan Legislasi (Baleg) pada tahun lalu, di Bamuskan juga sudah, didukung 7 fraksi. Sudah berkali-kali ditanyakan di paripurna. Tapi anehnya sampai sekarang belum pernah diparipurnakan.
”Makanya muncul pertanyaan ada apa ini. Kok begitu sulitnya untuk membahas RUU ini, ”katanya.
Willi curiga RUU ini akan dibiarkan hingga massa jabatan anggota DPR periode ini berakhir dan akan diserahkan pada anggota periode berikutnya.
Menurut Wily, kendala utamanya ada pada political will dari pemerintah dan DPR. masalahnya juga adanya narasi negatif yang mendiakriditkan RUU Hukum Adat ini. RUU ini dianggap akan menghambat masuknya investasi.
”Selalu dibenturkan dengan inveatasi dan korporat, ”katanya.
Menurut Willi, ada hal yang lebih penting lainnya di dalam undang-undang ini. Bukan cuma mengatur hak atas tanah, hak atas sumber daya alam, hak atas hukum adatnya, tidak hanya mengatur hak-hak yang elementers seperti itu. Tapi di sini juga mengatur beberapa kedaulatan yang sifatnya hak untuk menjalankan kepercayaan.
”Jangan lupa masyarakat nusantara hadir sebelum republik Indonesia ini lahir. Mereka sudah menempati daerah tersebut secara turun temurun. Namun mereka banyak yang tergusur karena adanya kepentingan ekonomi.
Karena tidak ada perlindungan terhadap adat, mengutip Unesco, Willy, mengatakan setiap tahunnya ada dua bahasa daerah yang hilang. karena proses penggunaannya tidak pernah di konservasi, tidak pernah ada kebijakan yang untuk melindungi itu dan tidak juga pernah bahasa daerah itu digunakan.
Hal senada diungkapkan pengamat hukum Dr Aartje Tehupeiory. Menurutnya, jadi tidaknya RUU Hukum Adat ini tergantung dari polical will dari pemerintah dan DPR.
”UU Hukum ini diperlukan untuk memberikan jaminan perlindungan dalam meleastarikan masyarakat dari hukum adat, ”katanya.
Menurut Aartje, hukum adat itu, tidak bisa dilepaskan dari harta benda yang ada di sekitar mereka. Karena itu merupakan bagian dari hak wilayah yang harus dilestarika. ”Kalau tidak ada UU-nya lama kelamaan akan punah, oleh karena itu harus ada jaminan dari aspek hukum,’katanya. (ar