Negara Harus Lindungi Demokrat, Pengamat: KLB di Sibolangit Tak Sesuai AD/ART

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Sejumlah senior yang dipecat dari Partai Demokrat melakukan Kongres Luar Biasa (KLB) partai berlambang Bintang Mercy tersebut di The Hill Hotel & Resort, Sibolangit, Deliserdang, Sumut. KLB ini dihadiri peserta yang diperkirakan memilih Moeldoko sebagai ketua umum.

Mencermati sepak terjang para senior itu, ungkap pengamat politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga saat bincang-bincang dengan Beritalima.com, Jumat (5/3) tentu sulit dipercaya sah dapat melaksanakan KLB dalam waktu singkat.

Keraguan itu muncul mengingat ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk terselenggaranya KLB. Dalam AD/ART Partai Demokrat disebutkan, pelaksanaan KLB hanya dapat dilaksanakan atas permintaan Majelis Partai atau minimal 2/3 jumlah DPD dan 1/2 jumlah DPC yang disetujui Majelis Partai.

Para senior yang sudah dipecat itu dipastikan tidak dapat memenuhi persyaratan KLB. Sebab, hampir semua DPD dan DPC sudah berikrar setia kepada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Karena itu, pelaksanaan KLB yang dilaksanakan di Sibolangit sudah dapat dipastikan tidak sesuai AD/ART Partai Demokrat. Jadi, kalau KLB tetap dapat digelar, dugaan adanya intervensi dari eksternal khususnya yang memiliki kekuasaan tampaknya bukanlah isapan jempol.

 

Aroma intervensi itu semakin merebak dengan pernyataan Darmizal bahwa Moeldoko akan menggantikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai ketua umum Partai Demokrat pada KLB tersebut.

Tentu aneh kalau KLB mengusung Moeldoko sebagai calon terkuat ketua umum. Sebab, hasil survei menunjukkan elektabilitas Moeldoko sangat rendah dan jauh dibawa AHY. Disini jelas terjadi kontralogika dalam pelaksanaan KLB.

Kalau Moeldoko jadi calon kuat ketua umum Partai Demokrat, tentu akan membuat masyarakat menduga intervensi kekuasaan nyata adanya. Intervensi ini juga yang diduga membuat panitia dalam waktu singkat akan dapat mendatangkan 1200 peserta ke Sibolangit untuk menghadiri KLB.

Kalau praktik politik seperti itu tetap dibiarkan, partai politik akan kehilangan kemandirian. Partai politik yang tidak dikehendaki akan dengan muda diintervensi dan dikuasai. Hal ini jelas akan membahayakan kelangsungan demokrasi di Indonesia.

Karena itu, negara harus hadir melindungi partai politik dari intervensi kekuasaan, khususnya petualang politik yang menghalalkan semua cara. Saatnya Presiden Jokowi menertibkan para petualang politik.

Sebab kalau mereka ini dibiarkan, stabilitas politik nasional akan terganggu. Tidak menutup kemungkinan kader Partai Demokrat pendukung AHY akan marah besar bila negara membiarkan KLB tetap berlangsung.

“Apalagi kalau pemerintah menyetujui ketua umum hasil KLB, gejolaknya akan membesar dan dalam jangka panjang. Ini tentu tidak dikehendaki mengingat bangsa ini butuh stabilitas untuk menangani Covid-19,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait