BONDOWOSO, beritalima.com – Nenek Satriya (83) tahun yang sudah hidup sebatang kara di gubuk sudah reot luput dari perhatian Pemerintah. Baik itu bantuan dari Pemerintah pusat maupun Daerah.
Padahal jarak rumah dari pusat kota Bondowoso hanya 2 kilometer bisa ditempuh dalam waktu 5 menit saja. Namun sangat disayangkan, perempuan tua renta yang tinggal di Desa Kembang Kecamatan Kota ini tak pernah mendapatkan bantuan dari Pemerintah.
Sehingga hal ini mendapatkan perhatian dari para penggiat sosial. Salah satunya yang langsung bergerak cepat organisasi PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Bondowoso yang menjadi wadah para wartawan di Bondowoso.
Ketua PWI Bondowoso, Haryono Spd Mpd mengatakan, bahwa dirinya mengetahui kondisi kehidupan nenek tersebut melalui pemberitaan di media online.
“Beritanya hari ini. Tayang di sejumlah media. Tanpa menunggu besok kami langsung bergerak. Menggunakan dana seadanya dan swadaya dari teman-teman,” katanya saat dikonfirmasi.
Selain momentumnya bersamaan dengan HPN 2021. Pihaknya menegaskan kondisi nenek tersebut harus segera mendapatkan respon. Mirisnya lagi, lokasinya berada di wilayah kota.
“Sangat miris ketika mengetahui kondisi secara langsung. Rumahnya sangat tidak layak. Ranjangnya berdempetan dengan tempat menanak alias dapurnya,” katanya.
Adapun bantuan yang diberikan PWI Bondowoso, yakni sembako. Berupa beras, minyak, gula dan sejumlah bahan pokok lainnya.
“Ada sejumlah uang tunai. Semoga bermanfaat meski jumlahnya tak seberapa,” jelasnya usai memberikan bantuan.
Sementara itu, Nenek Satriya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada sejumlah insan pers yang meberikan bantuan. “Semoga mendapatkan balasan lebih baik. Terima kasih banyak,” ucapnya penuh rasa syukur.
Diberitakan sebelumnya, Nenek Satriya mengaku belum pernah mendapatkan batuan sosial dari pemerintah. Baik kabupaten maupun pusat.
“Saya tidak pernah menerima bantuan. Dulu pernah sekali ketika suami masih hidup. Sekarang ketika suami meninggal justru tak dapat,” terangnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dia terpaksa mengumpulkan barang bekas. Namun itu pun dijual setelah satu bulan pengumpulan.
Menurutnya, pengumpulan barang rongsokan selama sebulan maksimal dijual Rp 45 ribu. Tentu hal itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
“Kadang dibantu tetangga, dikasih beras sama anak saya. Itu pun anak saya juga mendapatkan bantuan,” paparnya.
Nenek Satriya berharap mendapatkan perhatian pemerintah khususnya Kabupaten Bondowoso. “Sama sekali tak dapat bantuan,” imbuhnya. (*/Rois)