JAKARTA, Beritalima.com– Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane mengacungkan jempol atas sikap Polda Metro Jaya yang mengizinkan Reuni 212 di Silang Monas, Jakarta Pusat, Minggu (2/12) pagi.
“Tindakan Polda Metro Jaya tersebut patut diapresiasi. Pemberian izin tersebut menunjukkan bahwa Polri melihat situasi Jakarta kondusif, tidak ada yang harus dikhawatirkan atau dicemaskan menjelang dan saat Reuni 212 berlangsung,” kata Neta.
Dari pantauan IPW, kata Neta dalam keterangan tertulisnya melalui WhatsApp (WA) kepada Beritalima.com, Sabtu (1/12), hingga saat ini, Jakarta sangat kondusif. Pergerakan massa tidak semasif seperti Aksi 212 tahun lalu.
Kala itu bekas Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dianggap sebagai musuh bersama. Artinya, sikap antusias untuk mengikuti Reuni 212 Sabtu ini memudar total.
Namun, lanjut Neta, elit tertentu tetap bersikap bombastis dengan mengatakan reuni bakal diikuti 1 juta orang. Padahal dari pantauan IPW di lapangan, diperkirakan massa yang akan hadir tidak sampai 20.000 orang
Melihat memudarnya antusias masyarakat, kata Neta, IPW menilai, ada empat kerugian jika pasangan Prabowo-Sandi hadir dalam reuni itu. Pertama, dengan minimnya jumlah peserta reuni, kredibilitas Prabowo Sandi akan melorot karena dianggap tidak mampu mengumpulkan massa dan tidak punya pendukung maksimal.
Kedua, jika unsur elit partai pendukung tidak hadir dalam reuni akan muncul kesan bahwa pasangan Prabowo Sandi sudah ditinggal elit partai pendukung.
Ketiga, jika Reuni 212 itu didominasi kalangan radikal, Prabowo akan dicap sebagai figur pemimpin radikal dan bukan mustahil pendukung akan meninggalkan pasangan ini atau takut memilih mereka pada Pilpres, 17 April 2019.
Jika terjadi kericuhan dalam Reuni 212 nanti, publik bakal menuding, bagaimana Prabowo bisa memimpin negeri ini wong memimpin reuni saja ricuh.
Untuk itu IPW berharap, Prabowo Sandi berpikir ulang untuk hadir dalam acara Reuni 212. “Kasus Ratna Sarumpaet harus jadi pelajaran penting bagi Prabowo-Sandi,” kata Neta.
Kasus Ratna, menunjukkan lemah tim sukses dan intelijen Prabowo dalam menyikapi sebuah keadaan. Kasus Ratna juga menunjukkan betapa emosionalnya Prabowo menanggapi isu dan situasi. Semua itu membuat Prabowo blunder, kedodoran dan terlihat tidak profesional.
Terlepas dari semua itu, sebagai pasangan Capres-Cawapres di Pilpres 2019, IPW justru berharap, Prabowo Sandi bisa menjadi pionir dalam menjaga keamanan dan situasi Jakarta yang kondusif.
Figur jenderalnya harus identik sebagai figur pencipta keamanan. Jika Prabowo Sandi kembali bersikap blunder, salah perhitungan dan larut dalam belenggu elit radikal, masyarakat akan takut memilihnya di Pilpres 2019.
Apalagi cap sebagai figur “yang kalah” dan Orba masih tertancap kuat dalam figur Prabowo. “Karena itu, Prabowo-Sandi memang harus cermat jika tidak mau kembali keok di Pilpres 2019,” demikian Neta S Pane. (akhir)