JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VI DPR RI, Hj Nevi Zuairina menyikapi niatan pemerintah untuk melakukan holdingisasi PLTP dan holdingisasi PLTU serta melanjutkannya dengan Initial Public Offering (IPO).
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyetujui rencana ini, tetapi ada hal yang dia anggap janggal sehingga mesti dilakukan berbagai pertimbangan. Persoalan mendasarnya, perusahaan Holding yang mestinya di amanatkan kepada PLN, tapi ini malah diserahkan pada Pertamina Geothermal Energy (PGE) sebagai perusahaan Holdingnya.
“Minimal ada tiga hal kenapa bukan PGE yang mesti menjadi Holding, tapi seharusnya PLN. Pertama PGE ini masih baru, sekitar tahun 2006 berdiri. Kekuatan manajemennya dalam menguasai bisnis dan operasional masih meragukan untuk mengemban holding,” kata Nevi.
Kedua, pembangkit listrik panas bumi ini mahal investasinya yang mesti dijaga asetnya tetap milik Pemerintah. Jika melakukan IPO, aset yang sangat berharga ini akan dimiliki swasta.
Ketiga, regulasi EBT pada RUU energi baru terbarukan (EBT) di godok di DPR RI masih berpolemik terutama Pasal 40 ayat (1) yang berbunyi ‘Perusahaan listrik milik negara wajib membeli tenaga listrik yang dihasilkan dari Energi Terbarukan’ dan Pasal Pasal 51 ayat (4) berbunyi ‘Dalam hal harga listrik yang bersumber dari Energi Terbarukan lebih tinggi dari biaya pokok penyediaan pembangkit listrik perusahaan listrik milik negara, Pemerintah Pusat berkewajiban memberikan pengembalian selisih harga Energi Terbarukan dengan biaya pokok penyediaan pembangkit listrik setempat kepada perusahaan listrik milik negara dan/atau Badan Usaha tersebut’.
Nevi mengurai, proyek pengembangan lapangan panas bumi di Bukit Daun (Bengkulu), Gunung Lawu dan Seulawah (Aceh), semua lapangan ini masih dalam tahap pemboran sumur eksplorasi dan belum sampai pada tahap produksi listrik.
Dari segi pengalaman, kata Nevi, PGE kurang layak untuk menjadi holding karena masih terlalu awal, kurang pengalaman sehingga manajemennya belum piawai dalam menghadapi berbagai persoalan bisnis&operasional.
Banyak pihak yang kahwatir dan ragu, apakah holding tenaga panas bumi ini nantinya akan lebih baik dan efisien atau tidak. Sementara PLTP yang akan diakuisisi ini telah beroperasi dan terbukti telah memberi manfaat kepada jaringan listrik nasional.
Wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Sumatera Barat ini mengatakan, RUU EBT jangan sampai memuluskan jalan swasta membuat pembangkit listrik dengan tenaga EBT yang sekarang ini memang harga produksinya masih di atas BPP listrik (misalnya tenaga panas bumi dan tenaga angin) dengan memanfaatkan kewajiban PLN membeli listrik ini (skema take or pay) dan selisih biaya produksinya akan ditanggung Pemerintah (subsidi EBT).
BUMN dan anak BUMN seperti PLN, Geo Dipa & Indonesia Power, papar Nevi, mesti menjadi pengendali aset dan kegiatan utama menjalankan semua bisnis proses Perusahaan Listrik Tenaga Panas Bumi di Indonesia.
“Fraksi PKS tidak menolak Holdingisasi. PKS menolak kenapa holding ini ke PGE bukan ke PLN. Dan terkait IPO, aset pembangkit listrik tenaga panas bumi, PKS menolak. PLTP yang sudah operasional ini seharusnya tetap menjadi milik BUMN dan listriknya menjadi hak rakyat untuk menikmatinya,” demikian Hj Nevi Zuairina. (akhir)