Nevi Zuairina: Pemerintahan Jokowi Jangan Ceroboh Gunakan Dana APBN Untuk BUMN

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Legislator dari Dapil II Sumatera Barat, Hj Nevi Zuairina mengkitisi adanya Rapat Kerja (Raker) dadakan di Komisi VI DPR RI membidangi Industri, Perdagangan termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada masa reses.

Soalnya, ungkap Nevi dalam keterangan tertulis melalui WhatsApp kepada Beritalima.com, Jumat (12/6) malam, sangat tidak lazim ada Raker pada masa reses, apalagi di tengah wabah virus Corona (Covid-19) melanda 34 Provinsi dan lebih dari 270 kabupaten/Kota di tanah air.

Bahkan, lanjut anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI itu, yang dibahas dalam Raker, Selasa (9/6) dengan Menteri BUMN, Erick Thohir tersebut Pembayaran Hutang Pemerintah kepada BUMN dan Penyertaan Modal Negara.

“Sangat sensitif, sulit di kontrol Raker pada masa reses dan pembahasan melibatkan pencairan uang negara untuk BUMN cukup besar yakni Rp 152,5 triliun. Mekanismenya rancu dengan tiga pola yakni pembayaran utang atau kompensasi, Penyertaan Modal Negara (PMN) dan talangan. Ini tidak dapat digabungkan pembahasannya. Harus dipisah. Karena akan menimbulkan kerancuan dan mengakibatkan kecerobohan,” kata Nevi.

Legislator perempuan ini menggambarkan ratusan BUMN (142-red) tidaklah sehat semua. Bahkan mayoritas kritis. Hanya sekitar belasan saja yang memberi kontribusi terhadap negara, itu masih perlu pengawasan ketat. Perlu diakui, semua pihak termasuk BUMN terkena dampak signifikan akibat pandemi Covid-19.

Yang terdampak bukan hanya BUMN, swasta terutama UMKM lebih terasa dan tak ada yang menolong. Dengan stimulus Rp 152,5 triliun untuk BUMN, apalagi dengan situasi latar belakang ‘hutang’ pemerintah kepada BUMN Rp 108,48 triliun, PMN Rp 25,27 triliun dan talangan Rp 19,65 triliun, dalam bentuk jaminan akan semakin menimbulkan kecemburuan dan berbagai persolan kompleks lain di masa akan datang.

Dikatakan, ini persoalan ke depan akan semakin rumit pengendaliannya. Pertama, pengawasan dana jumbo Rp 152,5 triliun, bila DPR RI saja yang ngawasi, bakalan meleset dimana-mana. Kedua, BUMN sebagai regulator sekaligus operator korporasi, menjadi semakin dimanja dan sumber kecemburuan pihak swasta yang hidup, tumbuh dan mati dengan usaha sendiri. Ketiga, rapat yang dilakukan dimasa reses, kemudian menggabungkan antara PMN, PSO dan pembayaran hutang negara menjadi sangat rancu dan menimbulkan kecurigaan.

Wakil rakyat sangat konsern terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah tersebut menyoroti, dimanjanya BUMN dengan berbagai kemudahan APBN akibat dia regulator, dia juga operator, tapi masyarakat tidak diberikan kedamaian dalam pelayanannya.

Sebagai fakta, lanjut Nevi, persoalan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang naik hampir dua kali lipat, dan yang akan di terapkan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang semain memberatkan pekerja dan Usaha Kecil Menengah. “Kasihan rakyat, kehidupannya ‘diperas’ dengan regulasi,” kata Nevi.

Karena itu, Fraksi PKS DPR RI menyarankan, kata Nevi, kedepannya PMN harus memberikan multiplayer effect. Seleksi dilakukan pada BUMN yang mempunyai manajemen baik dan direksi yang taat pada aturan Undang-Undang, sehingga pemberian PMN dapat mencapai hasil maksimal.

Pemberian dana kepada BUMN yang tidak terkait dengan penanganan wabah Covid-19 dan memprioritaskan penyelamatan Usaha Rakyat Kecil akibat terpuruknya perekonomian di masa pandemi, baik dalam bentuk PMN, Pembayaran Utang maupun Dana Talangan sebaiknya di tunda dulu.

Pemerintah mesti dapat membuat prioritas dengan dana minim dan ketat APBN. Beban APBN 2020 ini sangat berat. “Defisit berjalan saat ini sangat besar dimana hingga April 2020 defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Rp 74,5 triliun, setara dengan 0,44 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Jangan ceroboh terhadap penggunaan ABPN, karena bila meleset, yang menjadi korban pertama adalah rakyat kecil,” demikian Hj Nevi Zuairina. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait