New Normal, Syahrul: Jokowi Selamatkan Ekonomi dan Kesampingkan Nyawa Manusia

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Politisi muda Partai Keadilan Sejahtera (PKS), H Syahrul Aidi Ma’azat menilai, rencana Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberlakukan pelonggaran pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan memberlakukan ‘New Normal’ tidak berbanding lurus dengan kurva penanganan wabah virus Corona (Covid-19) yang belum landai.

Bahkan legislator Komisi V DPR RI membidangi transportasi, infrastruktur dan Perumahan Rakyat tersebut menilai, usaha Jokowi memberlakukan New Normal lebih kepada tujuan untuk penyelamatan ekonomi dengan mengenyampingkan nyawa anak bangsa.

Artinya, kata wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Riau tersebut, semua ini menjadi aksi ‘bunuh diri’ masyarakat yang beraktifitas di luar rumah. “Lagi-lagi tanggung jawab penuhnya ada di pemerintah yang akan di cap sebagai pelanggar Hak Azazi Manusia (HAM) berat setelah terjadi kemungkinan kematian masal di gelombang kedua Covid-19 seperti flu spanyol tempo dulu,” kata Syahrul dalam keterangan pers dia yang diterima awak media, Kamis (28/5) malam.

Menurut laki-laki kelahiran Kampar, Provinsi Riau, 21 September 1977 itu, penetapan ‘New Normal’ bukanlah lahirnya tatanan hidup baru hanya bersifat ‘quasi’ (hampir-red) atau sementara sampai vaksin benar-benar di temukan.

“Saat itulah Presiden Jokowi baru bisa menyatakan kita bisa berdamai dengan Covid 19 seperti flu lainnya yang sudah ada vaksinnya. Tetapi sampai hari ini belum di temukan kesepakatan dengan Covid dalam bentuk vaksin. Selama itu belum di temukan, negara wajib hadir melindungi warga negaranya agar terhindar dari penularan Covid-19,” kata lulusan S2 Universitas Al-Bayt, Jorania 2005 tersebut.

Penetapan ‘New Normal’ yang sudah dicanangkan Presiden Jokowi, lanjut Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kampar 2009-014 tersebut, menandakan ketidakberdayaan negara. “Artinya, negara telah gagal dan pasrah dalam menanggulangi Covid-19 sehingga tidak ada terobosan seperti negara lain yang di hadirkan Indonesia,” kata Syahrul dengan mencontohkan apa yang dilakukan Turki, Taiwan, Selandia Baru, Korea Selatan dan Malaysia dalam menanggulangi Covid-19.

Syahrul juga mempertanyakan kenapa Pemerintahan Jokowi ini terlalu lemah dan malah tergopoh-gopoh. Lemah dan mudahnya mengikuti keinginan para bussinessman yang lesu usahanya sementara pedagang kecil diabaikan atau dikorbankan dalam Tag Line ‘New Normal’.

“Ada makna diskriminasi pada saat Jokowi mempromosikan ‘New Normal’. Bayangkan sekelas Presiden melakukan perdananya di sebuah Mall. Ada apa sebenarnya dengan pemerintahan ini? Tunduk di bawah desakan para pebisnis?. Bagaimana dengan mesjid? Kenapa tidak membuka mesjid dalam new normal? Mana kerumunan yang lebih banyak Mall atau mesjid? Ada disparitas yang tinggi dalam kebijakan pemerintah Jokowi,” kata dia.

Andaikan korban bertambah dan musnahnya populasi, lanjut Syahrul, alangkah celakanya kebijakan yang di ambil seorang Presiden. Dan, bertambah lagi dosa kebijakan. Saya juga mempertanyakan maksud dari ‘New Normal’ itu. Kenapa harus memakai istilah yang membingungkan masyarakat. Harus jelas regulasinya karena ‘New Normal’ melingkup semua aspek. Harusnya dibuat regulasi yang jelas, bukan aturan yang membingungkan rakyat,” demikian H Syahrul Aidi Ma’azat. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait