BERAU , SEGAH , Beritalima.com – Pembangunan Jembatan Sei Agung, di jalan poros SP 2-SP 6 menuju Kecamatan Segah, boleh jadi lebih mengedepankan cari untung hingga mengabaikan kualitas.
“Menurutnya, selain progress pekerjaan yang terbilang lambat, salah sat fokus perhatian kader berlambang banteng moncong putih ini adalah pihak kontraktor tidak memiliki inisiatif untuk membangunkan jembatan alternatif bagi warga yang ingin menyeberang.
Sedangkan jembatan sementara yang ada kini telah putus, disamping diperparah faktor cuaca yang tidak menentu. Hingga membuat kondisi disekitar pembangunan jembatan kerap kebanjiran dikeluhkan warga.
Akibat tidak adanya jembatan alternatif penyeberangan, warga setempat terpaksa harus menggunakan jasa angkutan yang disediakan warga dengan biaya Rp10 ribu. “Menuru Rudy, “kondisi itu cukup membebankan masyarakat, apalagi kejadian sudah lebih satu bulan.
“Masih mengutip pernyataan Rudy begitu akrab disapa, “bisa saja kontraktor tidak perhitungkan waktu pekerjaan dengan kondisi cuaca saat ini.
Pasalnya, pembangunan Jembatan Sei Agung dengan sumber dana APBN berkisar Rp15,08 miliar yang proses lelangnya di Kabupaten Berau, dimenangi oleh PT Wirdha Mandiri senilai Rp13,33 miliar.
Menurut ketua Forum Masyarakat Peduli Berau (FMPB) M. Noor Dimyati akrab disapa nonoi, “seharusnya pihak kontraktor lebih peka, setidaknya membuat sesuatu yang bisa digunakan masyarakat bagaimana aktivitas warga tidak terganggu,” pintanya.
“Mengingat fasilitas jalan dimaksud merupakan satu-satunya akses yang dapat digunakan masyarakat sekitar, harusnya kontraktor mengupayakan jembatan alternatif. Apalagi akses tersebut sebagai jalan penghubung antar kecamatan, sehingganya dirasa patut adanya jembatan alternatif guna menopang aktivitas masyarakat.
“Menyikapi sebagaimana sikap Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Berau melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, Charles yang ngaku menerima laporan terkait putusnya jembatan hendaknya jangan ngeles dengan menyebut akibat dari banjir luapan sungai.
Sudah terjadi “musibah” baru ngutus sejumlah staf DPU untuk melakukan peninjauan ke lapangan. Bisa jadi selama ini cuma nongkrong di kantor aja, hingga tidak tau kalau kondisi jembatan ambrol, “terang nonoi.
“Jangan hanya utus orang ke lokasi dan hubungi pihak kontraktor, tapi tanggungjawab bagaimna aktivitas warga saat ini tidak terhambat, “tegas ketua FMPB dng nada bersemangat.
“Masyarakat tidak perduli apakah itu alasan pembangunan sudah 60 persen, yang perlu dipertanyakan adalah fungsi konsultan pengawas bisa jadi hampir tidak ada pengawasan dari konsultan di lapangan dan terkesan lebih kedepankan pendapatan hasil rupiahnya ketimbang kualitas pekerjaan. Faktanya pekerjaan jembatan sudah ambrol. (*/Niko)