SURABAYA – beritalima.com, Devi Chrisnawati, Notaris yang berlamat di Jalan Pahlawan No 30 Surabaya, bernasib mujur. Terdakwa penipuan dengan modus cek kosong sebesar Rp 4,5 Miliar, itu divonis hukuman satu tahun dan enam bulan penjara.
Putusan majelis hakim diketuai I Ketut lebih ringan enam bulan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim Sabetania Paembonan yang meminta Notaris itu dihukum dua tahun penjara.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Devi Chrisnawati terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan, menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan penjara. Menyatakan terdakwa Devi Chrisnawati tetap dalam tahanan,” kata hakim I Ketut Tirta dalam persidangan secara Online di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Rabu (16/12/2020).
Keberuntungan Devi Chrisnawati tak lepas dari upaya penasihat hukumnya Abdul Malik dkk saat menyampaikan pembelaan sebelum vonis.
Tak hanya itu saja, Notaris Devi Chrisnawati sendiri dalam pledoi yang diucapkan secara lisan, mengatakan selama proses pidananya disidangkan, dia merasa jiwa dan raganya sakit.
Sebab merasa tidak dapat lepas dari jeratan hukum dan tetap ditahan, meski dia sudah mengajukan Permohonan Kewajiban Penudaan Utang (PKPU) atas perkara yang menjeratnya.
Terungkapnya kasus ini berawal dari laporan salah satu korbannya, Parlindingan dan Novian Herbowo asal Kota Surabaya karena merasa ditipu.
Sebab, terdakwa meminjam dana ke korban senilai Rp 4,3 miliar untuk offering letter (OL) atau dana pinjaman talangan) perihal persetujuan kredit kepemilikan rumah. Padahal, Offering Letter tersebut fiktif setelah dikroscek di bank.
Terdakwa notaris Devi Chrisnawati menawarkan offering letter (pinjaman dana talangan) Bank CIMB Niaga. Kemudian korban tergiur dijanjikan keuntungan 3,5 persen sampai 5 persen. Misalnya Rp 5 miliar, korban dapat Rp 250 juta.
Terdakwa lantas memberikan jaminan cek bank ke korban. Cek tersebut, sesuai keterangan terdakwa, bisa dicairkan bila sampai jangka waktu yang ditentukan uang belum dikembalikan. Namun saat dicairkan korban, cek tersebut ternyata tidak ada dananya. Setelah jatuh tempo, uang tidak dikembalikan dan saat dicairkan cek dananya tidak mencukupi.
Dari penyelidikan polisi, hingga Juli 2020 sudah ada 15 laporan polisi dengan tersangka yang sama. Nilai kerugian mencapai Rp 65 miliar.
Modus offering letter, paling banyak dipakai terdakwa untuk mengelabui korbannya. Terdakwa juga menggunakan modus menawarkan diri turut menjualkan rumah dengan harga fantastis seperti sekitar Rp 3 miliar.
Setelah sertifikat diserahkan pemilik ke tersangka, sertifikat tersebut diagunkan ke bank. Setelah cair dananya tidak diberikan ke korban. Namun, digunakan terdakwa untuk yang lain.
Dari hasil pemeriksaan polisi terungkap, rata-rata korban tergiur karena profesi terdakwa. (Han)