Notaris Yuli Andriyani Diadili, Gelapkan BPHTB PT Perkebunan Nusantara IX Rp 5,8 Miliar

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Notaris Siti Anggraeni Hapsari, dijadikan saksi oleh Jaksa Penuntut Umun (JPU) Kejati Jatim dalam kasus dugaan penggelapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) jual beli lahan tebu milik PT Baluran Indah kepada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX sebesar Rp 5,8 Miliar.

Duduk sebagai terdakwa di kasus ini adalah Notaris Yuli Andriyani.

Dihadapan majelis hakim yang diketuai Subagia Astwa, Notaris Siti Anggraeni mengatakan tanggal 7 Nopembef 2018 Bank Muamalat menemui dirinya dan bertanya berapa estimasi pajak biaya jual beli perkebunan di Situbondo. Tanggal 28 Nopember 2018, dirinya menerima pekerjaan pengurusan jual beli tersebut dari Bank Muamalat menerima asli sertifikat SHGU No 63 yang berasal dari Sertifikat No 4/Desa Wonorejo, Situbondo atas nama PT Baluran Indah.

“Dijual beli tersebut ada perbedaan sangat tinggi antara NJOP dengan harga riil jual belinya. NJOPnya hanya sekitar Rp26. 000.000.000, sedangkan harga riil jual beli Rp116.770.000.000,” katanya secara Zoom Meeting di ruang sidang Cakra PN. Surabaya. Selasa (8/3/2022).

Lanjut saksi Notaris Siti Anggraeni, tanggal 29 Nopember 2018 dirinya resmi menerima order untuk pemasangan pembuatan akta dan penunjangnya dari Bank Muamalat

Disitu saya lihat HGBnya berakhir tanggal 31 Desember 2018, sedangkan luas lahanya 3.678.100 Meterpersegi. Dan ini sudah menjadi kewenangan BPN RI, bukan kewenangan dari BPN Situbundo juga bukan kewenangan BPN Kanwil Jatim.

“Disitu saya bertanya, apakah memungkinkan dengan waktu sependek itu saya bisa menyelesaikannya akta jual belinya,” lanjutnya.

Kemudian, esok harinya saksi Notaris Siti Anggraeni bertemu dengan Joni, kepala kantor BPN Situbondo dan Heru, kasi, terkait perpanjangan.

“Di BPN Situbondo saya kebetulan saat itu juga bertemu dengan Notaris Soejono. Tapi mohon maaf, saya memang tidak pernah bersinggungan dengan Pak Soejono, tapi saya dengan Pak Heri dan Pak Joni selaku kasi dan kepala kantor,” sambungnya.

Diketahui, Notaris Yuli Andriyani dipercaya PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX untuk mengurus pembelian tanah seluas 3.678.100 Meterpersegi dari PT Baluran Indah.

Notaris yang berstatus terdakwa ini bertugas mengurus akta jual beli dan urusan lainnya, termasuk membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Untuk membayar pajak pembeli tersebut, PTPN sudah menyerahkan uang Rp 5,8 miliar kepada terdakwa Notaris Yuli Andriyani.

Namun uang itu tidak kunjung dibayarkan BPHTB. Justru terdakwa Notaris Yuli Andriyani menggunakan uang tersebut untuk membayar utang-utangnya.

Dalam dakwaannya, Jaksa penuntut umum (JPU) Rakhmad Hari Basuki mengungkapkan PTPN IX awalnya membeli lahan yang berlokasi di Wonorejo, Situbondo tersebut dengan uang dari kredit investasi Bank Muamalat senilai Rp 250 miliar pada 2017.

Tanah dengan alas hak sertifikat hak guna usaha (SHGU) Nomor 4/Desa Wonorejo atas nama PT Baluran Indah. Rencananya, tanah itu digunakan sebagai lahan tebu.

PTPN IX kemudian menandatangani beberapa akta dengan PT Baluran di hadapan terdakwa Yuli Andriyani selaku notaris.

Di antaranya, akta perjanjian pengikatan jual beli, akta kuasa untuk menjual dan akta perjanjian pemberian line facility (muharabah).

PTPN selanjutnya membayar pembelian tanah itu senilai Rp 116,5 miliar ke PT Baluran dari uang pencairan kredit investasi Bank Muamalat.

Biaya pengurusan balik nama dan pemasangan hak tanggungan SHGU senilai Rp 517,1 miliar juga sudah dibayarkan PTPN kepada terdakwa Yuli Andriyani.

Sejumlah biaya lain juga sudah dibayarkan kepada terdakwa Notaris Yuli Andriyani, termasuk pajak penjual dan pembeli senilai Rp 8,7 miliar.

Rinciannya, pajak penjual Rp 2,9 miliar dan pajak pembeli Rp 5,8 miliar.

“Yang sudah dibayarkan PTPN IX kepada terdakwa dan akan dibayarkan atau diselesaikan terdakwa selaku notaris paling lambat 11 April 2018,” ujar jaksa Hari dalam dakwaannya di ruang Cakra Pengadilan Negeri Surabaya.

Namun, hingga batas waktu yang disepakati, terdakwa ternyata hanya membayarkan pajak penjual Rp 2,9 miliar saja. Sedangkan pajak pembeli senilai Rp 5,8 miliar belum terdakwa bayarkan.

Terdakwa Yuli Andriyani berdalih pajak pembeli akan dibayarkan saat penandatanganan akta jual beli yang diperkirakan pada September 2018. Dia meminta kepada Bank Muamalat agar memberikan perpanjangan waktu.

Bank Muamalat mengingatkan terdakwa Yuli Andriyani agar segera mengembalikan uang itu jika tidak kunjung digunakan untuk membayar BPHTB.

Notaris Yuli Andriyani kembali memohon waktu agar diberikan perpanjang waktu dengan alasan Kantor Pertanahan (Kantah) Situbondo sedang libur panjang Idul Fitri.

Terdakwa juga sempat meminta bantuan kepada koleganya sesama notaris, Soejono untuk mengurus perpanjangan SHGU tanah tersebut di Kantah Situbondo.

Permohonan itu diurus Kantah hingga terbit kode pembayaran BPHTB atas nama PTPN IX senilai Rp 5,8 miliar.

“Soejono selaku notaris menghubungi terdakwa dengan maksud agar segera membayar atau mengirimkan uang untuk pembayaran BPHTB, namum terdakwa tidak membayar atau mengirimkan uang kepada Soejono,” katanya.

Perbuatan Notaris Yuli Andriyani itu memaksa Bank Muamalat mencairkan dana talangan Rp 9,3 miliar untuk menunjuk notaris baru yang akan membayarkan BPHTB dan urusan lain terkait jual beli tanah itu.

Pihak Bank terpaksa menunjuk notaris baru yakni Notaris Siti Anggraeni Hapsari untuk menggantikan terdakwa Notaris Yuli Andriyani karena tidak segera membayar BPHTB. Padahal, pihak bank sudah ditagih PTPN IX terkait perkembangan jual beli lahan tersebut.

Akibat perbuatannya, pihak bank merugi karena selain kehilangan Rp 5,8 miliar, juga jual beli tanah itu terhambat dan timbul biaya baru lagi untuk mengurus ulang.

Jaksa Hari mendakwa Notaris Yuli Andriyani telah menggelapkan uang untuk mengurus BPHTB tersebut. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait