JAKARTA, Beritalima.com– Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menilai, perlu dilakukan pemberdayaan lanjut usia (lansia) dalam kehidupan berbangsa. Karena itu, diperlukan regulasi yang menjadi pijakannya.
Itu dikemukakan Wakil Ketua Komite III DPD RI, Novita Anakota dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pakar sosiologi Universitas Indonesia Dr Erna Karim membahas Inventarisasi RUU kesejahteraan Lanjut Usia (Lansia) di Ruang Rapat Komite III Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (14/11).
Dikatakan, pemberdayaan lansia selama ini mengacu kepada UU No: 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 42 yang menyebutkan, dibutuhkan peran aktif negara untuk menumbuhkan kemampuan berpartisipasi dan peran sosial kaum lanjut usia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Karena itu, perlu perbaikan regulasi untuk meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan lanjut usia. Disamping itu, perlu perhatian dan perlakuan khusus kepada lanjut usia dalam pelaksanaan pembangunan.
“Lanjut usia masih bisa diberdayakan dalam membantu pembangunan. Oleh karena itu, perlu regulasi yang menjadi pijakan,” kata senator Provinsi Maluku kelahiran Ambon, 21 Nopember 1974 tersebut.
Pada kesempatan serupa, Muhammad Afnan Hadikusumo mengingatkan pentingnya regulasi itu sebab diperkirakan jumlah penduduk lanjut usia terus bertambah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), lansia menjadi 48,2 juta jiwa 2035.
“Tahun tujuhpuluhan, ada istilah baby booming. Untuk menekan pertumbuhan penduduk, Pemerintah menggalakan program keluarga berencana. Hasilnya 2035 nanti baby booming itu memasuki era penuaan atau ageing population. Dan, ini harus menjadi perhatian pemerintah dalam menetapkan strategi pembangunan ke depan,” tukas Afnan.
Komite III DPD RI menilai nahwa saat ini fokus perhatian pemerintah terhadap lansia masih pada pelayanan kesehatan. Dalam Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Lansia fokus akan kemiskinan, keterlantaran dan faktor perlindungan.
“Lansia bisa diberdayakan untuk membantu program pembangunan yang disesuaikan dengan kemampuan dan pengalaman mereka,” kata senator dari Dapil Yogyakarta kelahiran 6 Pembruari 1967 tersebut.
Pakar sosiologi Universitas Indonesia, Dr Erna Karim mengakui, peran negara sangat besar untuk mengedepankan program pro lansia berkaitan dengan kemiskinan, pengetahuan, ketrampilan, materi, relasi sosial, ketelantaran dan perlindungan.
“Pandangan konsep RUU ini nantinya perlu diperbaiki. Memang benar bahwa usia tua sebagai proses alamiah, akan tetapi kaum lansia jangan disingkirkan tapi harus berdaya, mandiri, dan berkontribusi,” tegas Erna.
“Jika hanya siklus alamiah akan menjadi beban negara nantinya. Selain itu, upaya preventif bisa dilakukan dalam proses sosialisasinya melalui agen-agen sosial, melalui media, keluarga dan institusi terkait dan memperbaharui regulasi dari pemerintah,” ullas Erna Karim. (akhir)