KUPANG, beritalima.com – Provinsi NTT yang merupakan daerah kepulauan dan berbatasan langsung dengan dua negara yakni Timor Leste dan Australia merupakan daerah yang sangat rentan terhadap masuknya terorisme dan paham – paham lainnya.
Untuk itu, perlu kepedulian seluruh elemen masyarakat terhadap situasi lingkungan masing – masing terutama jika ada orang baru perlu dilaporkan kepada aparat, RT/RT 1 x 24 jam sebagai langkah dekteksi dini dalam menjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Hal itu disampaikan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dalam sambutannya yang disampaikan Asisten I Setda NTT, Yohana Lisapaly ketika membuka kegiatan Desiminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers Dalam Meliputu Isu-Isu Terorisme di Hotel Neo By Aston, Kamis (16/6).
Dikatakan Lisapaly, terorisme merupakan kejahatan luar biasa, yang memerlukan keterlibatan semua pihak termasuk pers untuk menanggulanginya. Dalam menulis atau menyiarkan berita terorisme media massa perlu berhati – hati agar tidak memberikan atribusi, gambaran atau stigma yang tidak relevan, misalnya dengan menyebut agama yang dianut atau kelompok si pelaku. Kejahatan terorisme adalah kejahatan invidu atau kelompok yang tidak terkait dengan agama ataupun etnis
Kegiatan diselenggarakan oleh Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi NTT bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, yang dihadiri wartawan, baik Media Cetak, Elektronik maupun Media Online, utusan mahasiswa serta organisasi masyarakat (ormas) di Kota Kupang. Dalam kegiatan ini menghadirkan narasumber yakni Ketua Dewan Pers, Yoseph Adhy Prasetiyo, Direktur Intelkam (Dir Intelkam) Polda NTT, Kombes Musa Tampubulon, Ketua PWI NTT, Dion Putra dan Anggota Mejelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Willy Pramudya. (Ang)