Sorotan: HM Yousri Nur Raja Agam
NU (Nahdlatul Ulama) organisasi keagamaan di Indonesia ini, usianya hampir satu abad. Selama ini — dalam sejarahnya — belum pernah mendapat ujian seberat sekarang.
Ternyata kini, NU dijadikan “tumbal”. NU dikhianati. Pengkhianatnya adalah pimpinan tertinggi organisasi kaum ahlu sunnah wal jamaah itu sendiri.
“NU Jadi Tumbal Politik Kekuasaan, Siapa Bertanggungjawab?”.
Demikian perbincangan hangat yang cukup mengguncang di gedung Graha Astranawa, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (26/2/2019).
Dua profesor, tampil dalam membedah buku yang diluncurkan H.Choirul Anam, pendiri sekaligus pembina ormas PPKN (Pergerakan Penganut Khittah Nahdliyah).
Memang, buku yang dibedah secara ilmiah oleh Prof.H.Achmad Zahro guru besar UINSA (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel) Surabaya dan Prof.H.Amminudin Kasdi gurubesar UNESA (Universitas Negeri Surabaya) Surabaya itu, berjudul: “NU Jadi Tumbal Politik Kekuasaan, Siapa Bertanggungjawab”.
Buku ini ditulis Cak Anam — demikian wartawan senior ini akrab disapa — dengan kajian yang cukup “berani”. Betapa tidak, sebab yang dijadikan sasaran tembak dalam tulisannya adalah petinggi NU. Organisasi keagamaan Islam yang disebut punya jamaah terbanyak di kalangan umat muslim di Indonesia.
Dalam struktur organisasi yang didirikan di Surabaya tahun 1926 ini, pimpinan tertinggi NU itu adalah Rois Aam. Namum belum pernah dalam sejarahnya, ada pimpinan Rais Aam yang dicomot ke dunia politik. Tidak tanggung-tanggung, yang mencomot ke dunia politik adalah presiden.
Sejak zaman Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari memimpin NU sampai dengan yang terakhir Rais Aam KH MA Sahal Mahfudh, beliau-beliau itu selalu istiqamah pada posisi tertinggi yang diamanatkan.
Jadi, belum pernah ada cerita Rais Aam PBNU tergoda gemerlap dunia atau politik kekuasaan. Rais Aam itu jantungnya NU. Nah, kalau Rais Aam dicomot, tentu NU “mati”.
Rais Aam itu mencalonkan atau dicalonkan tidak boleh. Ini ada dalam pandangan Anggaran Dasar,. Dalam tradisi NU hal seperti ini juga tidak pernah ada, tulis Cak Anam, mantan Ketua Umum DPP PKNU (Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Nahdlatul Ummat) itu.
Cak Anam, yang juga mantan Ketua PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) Jawa Timur yang kini keluar dari dunia politik itu, mengaku sekarang fokus meneliti arsip lama NU.
Dalam AD/ART NU sudah terang dan jelas larangan petinggi NU di semua level mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik apapun.
Larangan tersebut ditulis dengan jelas dalam AD/ART Bab XVI Pasal 51 Ayat (4): “Rais Aam, Wakil Rais Aam, Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar…dst…tidak diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik.”
Sekarang ini NU jadi tumbal kekuasaan, tumbal itu sama dengan jimat. NU diperlakukan sebagai jimat untuk kekuasaan. Padahal pencomotan Rais Aam NU bukan untuk mendongkrak elektabilitas capres Joko Widodo.
Jauh hari sudah diumumkan tingkat keterpilihan Jokowi tidak tertandingi. Dari modal partai pendukung, lembaga survei mengunggulkannya. Tidak hanya itu, ujar Cak Anam, hampir semua gubernur dan walikota se-Indonesia sudah terang-terangan berdiri di belakang Jokowi.
Dari berbagai informasi yang dikumpulkan, ada tiga hal pokok yang diharapkan lewat memasang jimat NU, KH Ma’ruf Amin. Yaitu:
(1) Stigma Anti Islam dan Ulama;
(2) Kelompok Islam Radikal;
(3) Memanjakan Asing dan Neo-PKI.(**)