Obyek Wisata Pantai Berova Desa Pitullua Kolaka Utara Sepi dan Sunyi

  • Whatsapp

Citizen Reporter

Laporan : Wahyu Munandar
Mahasiswa Komunikasi UMI Makassar Melaporkan dari Kolaka Utara

KOLAKA UTARA. Selama masa pandemi Covid-19, suasana kehidupan sosial dan ekonomi dan sudut kehidupan masyarakat lainlainnya serasa berhenti bergerak dan boleh di kata mengalami kelumpuhan.

Kondisi demikian juga terasakan dan dapat disaksikan pada obyek wisata yang sebelum corona ramai dengan pengunjung, tetapi kini terasa sepi dan sunyi.

Kenyataan obyek wisata yang sepi itu dapat dilihat pada obyek Wisata Pantai Berova di Desa Pitullua,
Kecamatan Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara

Seperti pada pemandangan yang begitu sepi dengan pengunjung di obyek wisata pantai itu, Jumat sore (18/6/2021)

Hanya ada beberapa pengunjung terlihat menghabiskan waktu di hari itu. Selain
berenang, memancing, dan duduk santai di bawah rimbunnya pohon, beberapa lainnya
asik bermain gawai dan berfoto untuk kepentingan instastory.

Salah seorang di antara pengunjung Jumat sore itu adalah Irma (20) dia datang sekedar berfoto dan menikmati
suasana angin sepoi dan pemandangan air laut yang bersih dan berwarna hijau tosca, sembari
ditemani makanan berupa bakso, tahu, serta minuman pop ice yang dibelinya sebelum masuk ke
kawasan tempat wisata.

Menurutnya, tempat ini adalah pembangkit ketenangan setelah sebelumnya sibuk dan pusing
dengan urusan perkuliahan di luar kota.

“Setelah kembali dari Kendari, saya selalu menyempatkan diri kesini. Selain damai, di sini juga
menjadi tempat menghabiskan waktu bersama orang terdekat”, katanya.

Di area pantai ini juga terdapat banyak penjual jajanan. Salah satunya adalah
Rupmiati (40) dia menjual berbagai minuman botol seperti teh pucuk, mizone, pulpy dan lainnya.

Jualan minuman itu dimasukkan dalam gabus berisi batu es, agar tetap dingin. Selain itu, ia juga menjual
berbagai makanan ringan lainnya.

Ia mengungkapkan jika kenaikan harga makanan dan minuman pada tempat wisata adalah hal
wajar. Karena perlu usaha membawa barang dagangan hingga sampai ke lokasi. Lagi
pula, harga ditawarkan tidak terlampau jauh berbeda dari pasaran pada umumnya.

Membawa jualan hingga sampai di sini, itu perlu biaya
dan tenaga. Lagian harganya hanya selisih 500-1000 rupiah dengan harga pasaran umum, tegasnya.

Lokasi wisata hanya ramai di hari-hari tertentu seperti tahun baru, sebelum
puasa, dan setelah lebaran usai.
Itu pun jika tidak ada intruksi penutupan tempat wisata oleh pemerintah daerah, seperti halnya
seusai hari lebaran Idul Fitri 2021 karena alasan Covid-19.

Obyek wisata Pantai Berova ini ditutup selama satu pekan sebelum akhirnya
dibuka kembali untuk umum.

“Selama masa Corona, jangankan untuk menghitung keuntungan, mendapat pembeli saja sangat
jarang. Bagaimana tidak, hari yang kami harapkan ramai dengan pembeli, tapi tempat wisata malah ditutup, tegas Rupmiati.

Wanita sebagian besar waktunya ia habiskan di lapak penjualannya ini juga
mengeluh perihal pembayaran sebesar Rp. 100.000 setiap bulan harus disetor kepada
pemilik lokasi.

Karena ternyata, tidak semua lahan yang ada dalam kawasan wisata dimiliki oleh
pihak pariwisata. Melainkan ada milik pribadi seperti yang ia tempati saat ini.

Belum lagi, kurang perhatian pemerintah daerah terhadap pelaku usaha mikro memaksa dirinya untuk
meminjam dana kepada pihak koperasi sebagai modal utama melanjutkan usaha yang
telah dimulai 2017, beberapa bulan setelah peresmian wisata Pantai Berova
dilakukan oleh Bupati Kolaka Utara di masa itu, Rusda Mahmud.

Katanya dia pernah dimintai data berupa kartu keluarga, KTP, dan yang lainnya. Setelah itu disuruh untuk
buat rekening oleh pihak provinsi. Dan ternyata sampai saat ini belum ada realisasi, ungkapnya.

Selain itu, Rupmiati juga memiliki usaha penyewaan ban dalam bekas dari mobil, biasanya disewakan pada pengunjung dipakai sebagai pelampung pada saat berenang di pantai itu. Dengan harga sewa ditawarkan sebesar Rp. 15.000-Rp. 25.000.

Salah seorang penjual lainnya di lokasi Erni (52) memutuskan berjualan setelah diajak oleh adiknya, Rupmiati. Walaupun
sebelumnya sempat dilarang oleh suaminya, ia tetap berjualan dan terus berjalan
hingga sekarang.

Ibu dengan tujuh orang anak ini mengaku ingin mencoba hal baru dan mengisi waktu kosong setelah
urusan rumah selesai.

“Daripada pusing dan mengomel terus di rumah, mending saya datang di sini dan berjualan dengan
adik”, katanya.

Erni dengan ditemani oleh cucunya ia menjual pentolan dan pop ice dengan penuh semangat.

Selain
melayani dengan penuh kebahagiaan dan ramah, ia dan adiknya memiliki lapak berdempetan,
juga selalu menjaga kebersihan. Dan membangun tempat duduk di depan lapak yang dimiliki, guna memberi rasa nyaman pada wisatawan untuk singgah dan membeli dagangannya.

Menurutnya, dalam dunia usaha dan bisnis, perlu pandai melihat peluang yang ada dan
mengambil risiko apa yang perlu dilakukan.

“Kita harus pintar-pintar memutar otak untuk mencari keuntungan “, ungkapnya

Ia juga mengakui jika sampai saat ini tidak pernah mendaftarkan dirinya sebagai penerima bantuan
prakerja dengan alasan sudah sering di beri harapan oleh pemerintah.

“Dari dulu saya tidak pernah daftarkan KTP dan mengecek penerimaan bantuan prakerja.
Karena belajar dari sebelumnya selalu mendapatkan hasil dengan rasa kecewa”, katanya.

Kehidupan pedagang kecil
jadi semakin terpuruk. Baik dari segi di izinkannya pembangunan pasar swalayan dan sejenisnya,
kebijakan ini menjadi salah satu alasan mengapa banyak masyarakat pegadang kecil
mengeluh.

Harapan pedagang kecil ini supaya perhatian pemerintah terhadap
pelaku usaha mikro bisa lebih ditingkatkan dan dijadikan sebagai salah satu prioritas dalam upaya
membantu dan membangun perekonomian masyarakat Kolaka Utara.

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait