SURABAYA, beritalima.com | Tantangan dan tingkat kompetisi yang dihadapi oleh industri BPR saat ini cenderung semakin ketat, terutama di era revolusi industri 4.0, serta berkembangnya perusahaan Fintech, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Koperasi dan BMT, serta layanan Laku Pandai dan program KUR dengan bunga 7%.
Hal ini, menurut Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur, Heru Cahyono, perlu disikapi dengan melakukan pembenahan di berbagai sektor bisnis BPR BPRS. Apalagi adanya era revolusi industri 4.0 dan transformasi digital yang telah memasuki seluruh sendi kehidupan masyarakat, telah merubah paradigma dan gaya hidup masyarakat.
“Untuk itu kami berharap BPR BPRS khususnya di Jawa Timur, dapat menemukan peluang yang ada di balik tantangan tersebut, agar bisa tetap bertahan dalam industry ini,” terang Heru usai Musyawarah Daerah (Musda) ke 10 Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) DPD Jawa Timur, Kamis (19/9/2019).
Heru mengakui bahwa BPR BPRS memang memiliki berbagai kendala untuk melakukan transformasi digital, khususnya karena dibutuhkan biaya investasi dan operasional yang tinggi serta kesiapan SDM yang memadai, di tengah kendala keterbatasan modal dan dukungan pemegang saham.
“Karena itu, BPR BPRS perlu melakukan kolaborasi dengan mengembangkan platform bersama (platform based), baik dengan sesama BPR dalam satu industri, maupun berkolaborasi dengan bank umum atau lembaga jasa keuangan lainnya,” lanjutnya.
“Karena, sinergi dan kolaborasi ini akan mampu mengurangi besarnya biaya investasi dalam mengembangkan bisnis BPR BPRS di era revolusi industri 4.0 ini,” tambahnya.
Sementara itu Praktisi Industri BPR yang juga Ketua Perbarindo Pusat, Joko Suyanto, menjelaskan, semangat kerja BPR BPRS di Jawa Timur di ajang Musda ini dituangkan dalam tema acara sekaligus menjadi bahan diskusi di forum acara seminar nasional sekaligus Musda ini.
Tema seminar “Tantangan BPR BPRS Dalam Dinamika Regulasi Yang Semakin Ketat di Era Revolusi Industri 4.0 Sebagai Upaya Peningkatan Layanan Terhadap UMKM” ini sejalan dengan program kerja Perbarindo, ”Transformasi Digital BPR BPRS Now”.
Menurut Joko, membuat BPR BPRS perlu mengeksplor dan mengelaborasi apa-apa yang perlu disiapkan untuk kebertahanan dari pada industri BPR BPRS, khususnya di Jawa Timur dan umumnya di Indonesia.
“Untuk itu, ada 3 hal yang harus dilakukan BPR BPRS, yaitu bagaimana BPR ini mampu menguatkan secara kelembagaan, melakukan inovasi yang berbasis tehnologi yaitu digitalize, dan melakukan strategic partner,” terangnya.
“Ini perlu dilakukan karena sekarang ini kan sudah menuju ke cashless society dan pasara milenial,” imbuhnya.
Musda ke 10 Perbarindo Jatim yang digelar tanggal 19-20 September 2019 ini, selain diikuti oleh para Direksi dan atau Dewan Komisaris dari seluruh BPR BPRS di Jawa Timur yang berjumlah 293 BPR dan 27 BPRS, juga dihadiri lembaga-lembaga lain seperti Pemprov Jatim, Pemkot Surabaya, OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta Bank Indonesia (Bl).
Pada kesempatan acara Musda ini, Perbarindo Jawa Timur juga melakukan penandatanganan MOU dengan Bank Indonesia mengenal Layanan Penukaran Uang Tidak Layak Edar (UTLE), dimana masyarakat dapat menukarkan uang yang sudah lusuh dan tidak layak edar di kantor-kantor jaringan milik BPR BPRS di Jawa Timur. (Ganefo)