JAKARTA, beritalima.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini sedang menyelidiki menipulasi akuntasi yang dilakukan PT Cakra Mineral Tbk (CKRA). Penyelidik OJK juga akan segera menyelidi lokasi CKRA melakukan illegal mining (pertambangan illegal).
“Saya sudah bertemu secara resmi dengan pejabat OJK bahwa mereka sedang menyelidiki segala hal terkait pengungkapan palsu yang diarahkan oleh Boelio Muliadi, Presiden Direktur CKRA,” ungkap Jefferson Dau di Jakarta Jumat (30/12), lawyer yang mengadu ke OJK.
Penyelidik OJK bukan hanya mencari tahu pelanggaran terhadap aturan dan peraturan bursa efek di mana CKRA menjadi perusahaan publik, tetapi juga akan mengadukan pelanggaran pidana kepada aparat hukum.
“OJK sangat menyadari, praktik yang dilakukan CKRA merupakan bencana bagi masa depan bursa efek di negeri ini, maka pelanggaran tidak boleh dibiarkan, harus diselidiki tuntas,” kata Jefferson, pengacara PT Takaras Inti Lestari dan PT Murui Jaya Perdana.
Jefferson mengadukan CKRA kepada OJK dan Bursa Efek Indonesia (BEI), karena CKRA telah mengumumkan Takaras dan Murui sebagai anak perusahaan dengan menguasai 55 persen saham, namun hingga kini akuisisi saham sama sekali belum dibayar.
CKRA melakukan illegal mining dengan menampung bahan baku zirconium (Zr) secara tidak resmi, bukan menambang secara resmi dari lokasi yang memiliki ijin dan clear and clean (C&C). “Jadi CKRA mengekspor Zr yang sesungguhnya hasil tambah illegal,” jelas Jefferson.
Secara khusus OJK akan memeriksa Boelio Muliadi (Presiden Direktur CKRA), Argo Trinandityo (Direktur), Dexter Sjarif Putra (Direktur) dan Harun Abidin (yang merupakan pemegang saham pinjam) CKRA yang mengagunkan saham CKRA untuk meminjam uang dari Cedrus Investment Ltd (Perusahaan Cayman).
Menurut Jefferson, mereka telah berkolusi untuk mendorong Murui dan Takaras agar menandatangani perjanjian pembelian saham dengan pernyataan palsu, namun gagal menjalankan kewajiban yang ditetapkan dalam perjanjian.
Salah satu investor internasional, yaitu Cedrus Investment Ltd, yang memiliki sejumlah besar saham CKRA, mengaku mengalami kerugian signifikan akibat informasi palsu, menyesatkan dan tidak akurat yang diberikan oleh CKRA dalam laporan tahunan kepada publik.
Selama lebih dari dua tahun, direksi CKRA telah dengan secara tidak benar mengklaim bahwa CKRA memiliki 55% saham di Murui sejak bulan Agustus 2014, namun ternyata CKRA tidak pernah terdaftar sebagai pemegang saham Murui. (uj)