Bireuen- ACEH Beritalima.com Oknum karyawan PT PLN Persero Rayon Bireuen dituding melakukan tindakan tidak terpuji, dengan memeras seorang konsumen asal Gampong Pulo Ara Geudong Teungoeh, Kecamatan Kota Juang Bireuen, berkedok denda pelanggaran pemakaian listrik yang harus dibayar sebesar Rp 10.614.801, Rabu (14/06/2017).
Korban pemerasan secara sistematis yang dilakukan oknum pegawai BUMN itu dialami oleh pelanggan PLN ID No 112200038751 atas nama Yusniar (29) warga Lorong Mushala Desa Pulo Ara Geudong Teungoh, Kecamatan Kota Juang. Dia semula dituduh mengotak-atik meteran listrik, dengan maksud untuk mencuri arus supaya beban biaya murah. Padahal dirinya tidak pernah merasa melakukan apa yang dituduhkan itu.
Yusniar didampingi suaminya, Putra Depusyah menuturkan, kronologis kejadian itu bermula saat tim penertiban pemakaian tenaga listrik (P2TL) mendatangi kediaman mereka awal April lalu. Tim yang belakangan diketahui dari vendor PT Bimetal Elektrik ini, langsung membongkar meteran listrik secara sporadis. Lalu memberitahu bahwa terjadi kerusakan, sehingga pelanggan harus mengurus penggantian meteran baru.
“Kami diminta untuk mendatangi kantor PLN Rayon Bireuen guna mendapatkan meteran listrik yang baru, saat itu aliran listrik tetap berjalan meski tanpa meteran. Tapi kami merasa ada yang janggal dengan tindakan pemutusan tersebut,” ungkap Yusniar.
Sementara itu, Putra Depusyah (41) kepada wartawan mengaku keberatan atas tindakan tersebut. Namun, dia tetap mengikuti instruksi tim P2TL untuk berkoordinasi ke kantor PLN. Saat bertemu staf PT PLN Rayon Bireuen, sontak dia kaget bukan kepalang karena dia dituduh telah melakukan pelanggaran, serta dikenai denda Rp 10.614.801 aibat mengotak atik meteran.
Menurutnya, staf PLN bernama Ridho dengan sinis meminta supaya pelanggan ini segera melunasi denda tersebut, dengan menyetor ke rekening PLN melalui BRI ataupun kantor Pos dan Giro terdekat,”Dia mengancam jika tidak dilunasi maka listrik tidak akan disambung, sehingga saya heran kenapa kejadiannya seperti ini. Kami merasa ini suatu tindak pemerasan yang sistematis, karena saya tak pernah melakukan pelanggaran itu,” ujarnya.
Dia mengaku, saat memintai bukti pelanggaran yang dituduhkan ke pihak kantor PLN Rayon Bireuen melalui Ridho, dirinya bukan saja tidak mendapat respon tetapi juga bukti tersebut tak pernah diberikan. Sehingga, Putra Depusyah merasa sangat kecewa atas pelayanan dan sikap buruk oknum tersebut, bahkan terkesan memiliki niat busuk untuk memeras dirinya selaku pelanggan PLN.
Setelah hampir sebulan persoalan ini terjadi dan berlarut-larut, serta mengalami pemadaman listrik, akhirnya Putra Depusyah berinisiatif mendatangi kantor PLN Area Lhokseumawe, guna mempertanyakan persoalan itu dan memintai bukti pelanggaran yang dituduhkan. Dia mengaku diterima oleh Supervisor P2TL bernama Alimuddin, lalu menyampaikan masalah tersebut.
“Alhamdulillah Pak Alimuddin memberi respek yang baik dan bersedia menelusuri permasalahan yang saya hadapi. Kondisi ini berbeda jauh dengan pelayanan oleh oknum PLN Bireuen bernama Ridho yang terkesan menjustifikasi, seolah-olah saya terbukti dan sah melakukan pelanggaran kelistrikan,” tukasnya.
Selanjutnya, Alimuddin memintai waktu seminggu guna mengcroschek masalah itu. Kemudian, diketahui bahwa telah terjadi kesalahan tehnis pada meteran listrik yang bukan disebabkan oleh tindakan pelanggan ini. Akhirnya, atas nama manajemen PT PLN Area Lhokseumawe, dia menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan itu. Seraya meminta pelanggan ini menemui staf PLN Rayon Bireuen bernama Amar, untuk mengurus pemasangan kembali meteran listrik yang terlanjur dibongkar tanpa dikenai beban apapun.
“Akhirnya listrik di rumah kami dipasang kembali dan upaya oknum PLN bernama Ridho yang ingin memeras saya, tidak tercapai setelah kami mendapatkan solusi sesuai fakta kebenaran,” tandas Putra Depusyah.
Manager PLN Rayon Bireuen, Mulyadi yang dikonfirmasi Wartawan (14/06) terkait masalah tersebut mengaku, tidak tahu menahu masalah itu. Namun, dia membantah jika ada pegawai PLN yang dituduh melakukan pemerasan, karena biaya denda P2TL dibayarkan langsung ke rekening bank PT PLN Persero. Menurutnya setiap pembongkaran meteran KWH haruslah sesuai prosedur dan tidak boleh dilakukan dengan semena-mena, terang Mulyadi.
Dia menuturkan, dasar tindakan pembongkaran dan pemutusan akibat pelanggan menggunakan listrik secara tidak sah. Sehingga dibentuk tim untuk mencari pelanggaran oleh tindakan pelanggan yang menyebabkan timbulnya kerugian PT PLN. Sanksi tersebut dijatuhkan kepada pelanggan dengn dasar UU No 30/2009, aturan Menteri ESDM, SE Direksi PLN serta Fatma MUI.
“Tidak benar tudingan ada pelanggan yang diperas, karena uang denda itu bukan masuk ke rekening pribadi pegawai. Tapi langsung ke kantor PLN pusat, pembongkaran tak boleh menzalimi pelanggan,” jelas Mulyadi.
Semua tindakan P2TL sebutnya, dilakukan secara prosedural berdasarkan histori data pemakaian pelanggan serta penilaian tim analisa dan evaluasi (Anev). Mulyadi juga mengaku, penertiban yang dilakukan disebabkan karena dua faktor yaitu kelainan (K2) dan pelanggaran (P) sesuai masing-masing kategori,”Besarnya jumlah denda memiliki rumus tersendiri, berdasarkan kriteria kelainan ataupun pelanggaran yang dilakukan,” tandasnya. (Abdullah Peudada)