Jakarta | beritalima.com – Dari awal sudah diketahui bahwa foto kopi ijazah Jokowi yang diendorse di medsos hanya cek ombak mengukur sampai seberapa jauh reaksi masyarakat terhadap Jokowi. Merasa menang karena Bareskrim mengatakan ijazah Joko Widodo asli yang lama kemudian Gibran membuat buku dengan judul Gibran The Next President yang diluncurkan di Solo.
Lebih lanjut pasca liburan Jokowi bersama cucunya, mendapat kado dari Bareskrim menghentikan penyelidikan kasus dugaan ijazah palsu. Kuasa hukum Tim Pembela Ulama dan Aktivis Ahmad Khozimuddin, SH meminta Polda Metro Jaya melanjutkan penyelidikan menjadi penyidik.
Dalam pernyataannya mengatakan pernah mendapatkan undangan klarifikasi, namun dari lima laporan tadi, dua dinyatakan gugur karena pihak pelapor tidak mengajukan klarifikasi saat diundang. Tiga dinaikkan ke tahap penyelidikan, artinya ada empat laporan dari total enam laporan yang ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan.
“Sebagaimana yang kita ketahui, Saudara Joko Widodo melaporkan dengan dugaan tindak pidana pencemaran 310 KUHP, fitnah 311 KUHP dan 27A Undang-Undang ITE terkait menyerang kehormatan menggunakan sarana ITE. Namun di luar itu, kami juga menyebut, ini penyelundupan hukum ya,” ujar Ahmad Khozimuddin, saat konferensi pers di kantoe Say’n Partners Law Firm, Senin (14/7/2025).
Lanjut Kuasa Hukum TPUA, saudara Joko Widodo melaporkan dengan pasal 35 Undang-Undang ITE yang ancaman pidananya 12 tahun penjara, juga pasal 32 Undang-Undang ITE yang ancaman pidananya 8 tahun penjara.
“Nah ini yang dulu sering kami sebut upaya untuk kriminalisasi, karena dimasukkan pasal-pasal yang tidak relevan dengan delik pencemaran dan fitnah, dengan target kalau nanti statusnya naik ke penyelidikan dan ditetapkan tersangka, polisi bisa menggunakan kewenangan untuk melakukan penahanan berdasarkan KUHAP karena ancaman pidana yang bisa ditahan itu minimum 5 tahun penjara,” tegasnya.
Dengan begitu dikatakan Ahmad Khozimuddin, SH dengan dimasukkannya pasal 35 dan 32 Undang-Undang ITE melalui laporan Saudara Jokowi Widodo ini, polisi nanti bisa mengambil langkah untuk menahan walaupun dalam persidangan pasal-pasal ini tidak terbukti.
“Dan itulah modus operandi kriminalisasi yang sering kami temui bukan hanya di kasus klien kami hari ini,” tegasnya.
Soal penghentian penyelidikan, seperti diungkapkan Kuasa Hukum TPUA, Beogjen Pol Djuhandhani Rahadjo Puro, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri, 22 Mei lalu, menghwntikan penyelidikan dugaan pidana pemalauan ijazah saudara Joko Widodo, telah dilakukan proses koreksi melalui apa yang disebut dengan gelar perkara khusus
di tanggal 9 Juli 2025.
“Dan gelar itu belum ada hasil yang disampaikan kepada kita, kepada publik, harusnya setidaknya menunggu proses gelar ini diumumkan kepada publik.
Kalau gelar itu ternyata menguatkan penghentian penyelidikan berarti dianggap sama dengan hasil yang diumumkan Djohandhani Rahadjo Puro, ternyata penyelidikannya cacat proses, prosedur, dan subtansi,” terangnya.
Ditambahkannya, pihak Biro Wasidik selaku pengawas penyelidik memerintahkan kepada penyelidik untuk membuka kembali dan melakukan penyelidikan terhadap dugaan tidak pidana pemalsuan dokumen 263 KUHP yang dilakukan, diduga dilakukan oleh Sudara Joko Widodo.
“Maka kasus ini dibuat kembali, jadi tidak relevan pencemarannya,” imbuhnya.
Jurnalis : Dedy Mulyadi

