Ombudsman Gagal Sidak ke Rutan KPK, Erwin RPL Tobing: Itu Kurang Komunikasi

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Gagalnya inspeksi mendadak (sidak) Komisioner Ombudsman RI ke Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu terjadi karena kurangnya komunikasi antara kedua lembaga negara itu.

Anggota Komisi III DPR RI Irjen Pol (Purn) Erwin RPL Tobing mengatakan, ombudsman memang punya kewenangan melakukan sidak terhadap fasilitas publik termasuk Rutan KPK.

“Batalnya sidak karena kurangnya komunikasi antara kedua lembaga itu,” ungkap wakil rakyat dari Dapil Provinsi Kalimantan Barat tersebut kepada awak media di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/6).

Rencananya Ombudsman melakukan sidak Minggu lalu. Sidak yang dilakukan pada hari libur, bukan hari kerja kemungkinan menjadi faktor penyebab komunikasi menjadi terhambat.

“Itu sesuai yang disampaikan Wakil KPK, Saut Situmorang. Koordinasi internal informasi yang diterima juga terlambat, jika kondisi ini terjadi pada saat hari kerja, koordinasi di internal KPK terutama di Rutan KPK memang patut dipertanyakan,” kata mantan Kapolda Kalimantan Barat tersebut.

Dikatakan, pada dasarnya KPK dan Ombudsman RI merupakan lembaga negara yang dibentuk oleh UU yakni UU No: 30/2002 tentang KPK dan UU No: 37/2008 tentang Ombudsman RI.

Jadi. kata dia, kedua lembaga negara ini sebenarnya berasal dari ‘rahim’ yang sama yaitu TAP MPR No: VIII Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN.

Sebenarnya ada hubungan yang erat di antara keduanya, meski terdapat perbedaan fokus, KPK fokus kepada pemberantasan korupsi sementara Ombudsman RI pada pemberantasan maladministrasi.

Lebih jauh dikatakan, Ombudsman RI memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik itu yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk Badan Usaha Miliki Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Hukum milik Negara, Badan Swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

“Kewenangan itu tentu karena sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara dan atau anggaran pendapatan dan belanja daerah,” kata Erwin.

Dikatakan, Ombudsman merupakan Lembaga Negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan Lembaga Negara dan instansi pemerintahan lainnya.

Dalam pelaksanaan kewenangan, Ombudsman sejak 2013 melakukan penilaian dan pemeriksaan tingkat kepatuhan di kementerian, lembaga dan pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik yang juga sejalan dengan ketentuan UU No: 25/2009 tentang Pelayanan Publik.

Karena kondisi ini terjadi pada hari libur nasional sehingga masih dapat dimaklumi bila petugas di Rutan KPK juga kebingungan ketika mendapat kunjungan sidak dari Komisioner Ombudsman.

Jadi terkait dengan kritikan dari Komisoner Ombudsman, Adrianus Meliala, mengenai izin untuk mengunjungi Rutan KPK yang harus berasal dari Pimpinan KPK terlalu tinggi, itu merupakan kewenangan KPK sendiri.

Soalnya, korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) memerlukan penanganan yang luar biasa pula. Termasuk penanganan terhadap narapidana koruptor.

Meski demikian, kejadian ini hendaknya menjadi pelajaran bagi kedua lembaga negara itu untuk lebih mempererat koordinasi agar kedua lembaga yang notebene ‘saudara kandung’ yang lahir dari salah satu
agenda Reformasi yaitu memberantas korupsi dan menciptakan “good and clean government” dapat dilaksanakan dan diwujudkan sebaik-baiknya oleh KPK dan Ombudsman RI.

Sebaliknya, pelaksanaan kewenangan Ombudsman RI dalam sidak yang dilakukan ke Rutan KPK harus dianggap sebagai salah satu bentuk pengawasan terhadap KPK sebagai lembaga negara. Pengawasan sebagai bagian dari mekanisme “checks and balances” menjadi penting dalam hubungan antara lembaga negara.

“Semakin besar kewenangan yang dimiliki maka harusnya semakin ketat juga pengawasan yang diterima. Sebagai lembaga anti rasuah yang sering dibilang sebagai “super-body”, maka KPK seyogyanya juga harus memiliki sistem pengawasan baik internal dan terutama eksternal,” katanya.

Hal ini penting karena KPK nyatanya kerap menghadapi persoalan-persoalan yang menjadi perhatian publik. Seperti pengangkatan 21 penyidik KPK yang semula berasal dari penyelidik dan dianggap bertentangan dengan Peraturan Pimpinan KPK No: 1/2019 tentang Penataan Karir di KPK.

Selanjutnya informasi terbaru yaitu hasil audit BPK terhadap KPK yang mendapatkan predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Predikat WDP yang diterima KPK ini harus dilihat sebagai masalah karena sebagai lembaga yang ditugasi untuk memberantas korupsi sekaligus menciptakan “good and clean” government, KPK layaknya harus “tampil dalam kondisi prima”, apalagi menyangkut kinerja keuangannya yang bersumber dari APBN.

“Dengan demikian KPK harus siap menerima masukan dan kritikan yang konstruktif dari berbagai pihak sehingga KPK dapat menjaga pelaksanaan tugas dan fungsinya secara ideal sebagaimana diamanatkan UU,” demikian Erwin RPL Tobing. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *