Ombudsman Kaji Kebijakan Pendidikan Gratis

  • Whatsapp

Banda Aceh – Ombudsman RI perwakilan Aceh membuat kajian terhadap kebijakan publik pendidikan gratis melalui Focus Group Discussion (FGD). Acara ini berlangsung di The Pada Hotel, Banda Aceh, Kamis 10 November 2016. Acara ini dihadiri oleh perwakilan sekolah, dinas pendidikan, DPR Aceh, pegiat LSM dan media, serta menghadirkan Dr Kismullah S.Pd, M.App.Ling, PhD, Dosen Universitas Syiah Kuala sebagai pemateri Kepala Perwakilan Ombudsman Aceh,

 
Taqwaddin Husin dalam kata sambutannya mengatakan, diskusi publik tentang pemungutan liar tersebut diadakan karena banyaknya pengaduan masyarakat kepada Ombudsman tentang pemungutan liar. Menurutnya, dari 207 pengaduan yang diterima Ombudsman dari masyarakat, 34 di antaranya adalah pengaduan pungutan liar. “34 pengaduan itu bukan 34 orang yang jadi korban, tapi ada ribuan, cuma yang lapornya 1 orang,” kata Taqwaddin. Ia menambahkan, penyelenggaraan diskusi publik tersebut juga sebagai bahan evaluasi untuk proses peningkatan kualitas pendidikan Aceh dan bebas dari pungutan liar di ranah pendidikan Aceh.
 
“Anggaran pendidikan Aceh cukup besar tapi kompetensi guru berada di urutan 32 nasional, sedankan kualitas pendidikan murid du urutan 28 atau 29, itu patut dipertanyakan,” kata Taqwaddin. Ia menambahkan, penyelenggaraan diskusi publik tersebut juga sebagai bahan evaluasi untuk proses peningkatan kualitas pendidikan Aceh dan bebas dari pungutan liar di ranah pendidikan Aceh.
 
“Anggaran pendidikan Aceh cukup besar tapi kompetensi guru berada di urutan 32 nasional, sedankan kualitas pendidikan murid du urutan 28 atau 29, itu patut dipertanyakan,” kata Taqwaddin. Kismullah mengatakan, ada beberapa kendala pendidikan Aceh. Pertama dana bos tidak tercover misal terhadap perawatan gedung dan lain-lain.
Kedua, ada perlakuan diskriminasi antara sekolah yang dikelola Kementerian Agama dan sekolah yang dikelola oleh Pemerintah Daerah. Ia meminta agar pemerintah melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pungli di sekolah. Selain itu, juga kepala sekolah diharapkan lebih hati-hati dalam menjalankan tugasnya terkait dana bos.
 
“Harus ada upaya memberdayakan BOSDA untuk menutup pengurangan dana Bos. Aturan mengisyaratkan bahwa pendidikan tidak dibenarkan pungutan,” ujarnya lagi. Ketua Kobar GB, Sayuti Aulia mengatakan, sekolah agama banyak ditemukan pungutan. “Indikasi pungli, seperti pengadaan baju batik, uang pengambil ijazah dan lain-lain,” ujarnya.
 
Menanggapi penyataan yang mengatakan sekolah agama paling banyak pungli, Kasie di Kakanmenag Lhokseumawe, Wildani mengatakan, pemerintah daerah harus membantu pembiayaan operasional sekolah tanpa membedakan sekolah yang dikelola kemenang atau pemda. Ia mengatakan, adanya pengutipan di sekolah agama karena sekolah Kemenag tidak mendapatkan BOSDA, sehingga dana yang tidak cukup untuk biaya operasional dilakukan pemunguntan biaya tambahan. Sementara Perwakilan Sekolah Fajar Harapan, Yuliati, mengatakan, dana BOS tidak tercover untuk boarding school, sehingga dilakukan pemungutan atas kesepakatan komite.
 
Koordinator MaTA, Alfian mengatakan, pungli tidak dibenarkan dengan alasan apapun. Ia meminta Ombudsman mendampingi sekolah sebagai pilot project untuk anti pungli. Sementara Nasir Usman, Kepala Sekolah Lab School Unsyiah mengatakan, Political will pemerintah belum ada terkaiat pendidikan gratis, dikarenakan ada hal-hal yang tidak tercover dana BOS. “Harus ada subsidi silang untuk mengatasi siswa yang mampu dan tidak mampu,” ujarnya.
beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *