Oleh: Irfan Widyasa
(2-Habis)
Sektor yang menjadi penyumbang terbesar bagi ekonomi Batam adalah industri pengolahan dengan kontribusi 55,4% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Batam (data BPS 2016). Di dalamnya, sumbangsih terbesar datang dari Industri Galangan Kapal dan Elektronik, mencapai 40,35% (Laporan Kegiatan Penanaman Modal, LKPM, 2014).
Baca juga : Lesunya Industri Kapal di Batam
Karena intensitas bisnis Industri Galangan Kapal dan Elektronik di Batam kini sedang lesu, dengan sendirinya membuat bisnis di Batam pun menjadi lesu. Hal ini bisa dipahami sebagai akibat jatuhnya harga minyak mentah dunia dari level USD 105 per barel (2014) turun menjadi USD 29 per barel (medio 2015). Penurunan harga komoditas bukan hanya dialami minyak bumi, tetapi juga berbarengan dengan jatuhnya harga batubara dari sekitar USD 100 per ton (2013), turun menjadi hanya USD 41,35 per ton (2016).
Namun selepas pertengahan tahun 2017 ini, sedikitnya ada lima sinyal positif yang mengindikasikan akan bangkitnya (rebound) Industri Galangan Kapal di Batam.
Lima Sinyal Positif
Pertama. Stabilnya Harga minyak mentah di angka USD 45 – USD 50 per barel, dan dibukanya tender oil dan gas per Februari 2017, telah membuka peluang pertumbuhan kebutuhan kapal. Sebelumnya, tender ditutup, namun sejak Februari 2017 dibuka kembali. Ini merupakan sinyal positif bagi industri galangan kapal di Batam. Meskipun belum normal seperti sedia kala, namun pembukaan tender ini pasti membawa dampak positif bagi industri di Batam.
Ke dua. Membaiknya harga batubara, yang pada gilirannya akan menaikkan kebutuhan tongkang dan tugboat. Per Februari 2017, harga batubara telah membaik, dan diprediksi akan stabil di level rata-rata USD 75 per ton.
Gejala positif dapat dilihat dari kinerja perusahaan sewa dan penjualan alat berat yang membaik, seperti Komatsu, produsen alat pertambangan terbesar kedua di dunia. Penyewaan alat berat Komatsu full booked oleh industri batubara dalam negeri sampai akhir tahun 2017. Jika kinerja perusahaan penyewaan alat berat membaik, maka kinerja perusahaan industri galangan kapal pun pada gilirannya akan turut membaik.
Penjualan alat berat Komatsu oleh industri pertambangan dalam negeri pun positif. Jika pada kuartal pertama 2016 hanya terjual 104 unit, kuartal pertama di tahun 2017 meningkat 350% menjadi 350 unit. (Analisa Laporan Keuangan United Traktor, anak perusahaan Grup Astra di Bidang Batubara, Kuartal I tahun 2017). Ini sinyal positif yang pada gilirannya berdampak pada industri kapal.
Ke tiga. Pelonggaran keran ekspor mineral mentah. Tatkala smelter swasta belum siap mengolah mineral, bila pemerintah konsisten menutup keran ekspor mineral mentah, pada gilirannya juga mengurangi ekspor. Padahal demi neraca perdagangan, kita butuh devisa hasil ekspor, maka mau tidak mau larangan ekspor bahan mineral mentah harus dilonggarkan. Hal ini, pada saatnya akan memengaruhi industri kapal.
Pemerintah melonggarkan ketentuan ekspor mineral mentah dengan tiga persyaratan. Pertama, harus mengubah ijin menjadi Ijin Pertambangan Khusus (IPK). Ke dua, wajib membangun smelter dalam lima tahun. Ke tiga, wajib divestasi hingga 51%, sahamnya jadi milik negara dalam waktu 10 tahun. (Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 dan Nomor 6 Tahun 2017).
Kesemua ini akan berdampak pada industri kapal dan 250 ribuan buruh yang sempat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena lesunya permintaan kapal. Apabila pertambangan menggeliat, maka industri kapal pun akan menggeliat – dan pada gilirannya membuka lapangan kerja baru.
Gebrakan BP Batam
Ke empat. Gebrakan Badan Pengusahaan Batam (yang lebih kita kenal sebagai BP Batam) untuk industri galangan kapal, juga akan menggairahkan bisnis ini. Rencana BP Batam telah mendorong masuknya galangan kapal berteknologi tinggi. Harapannya, akan terjadi transfer teknologi kepada galangan-galangan yang sudah ada. Sehingga tidak hanya membuat tongkang, tetapi juga kapal militer atau kapal lainnya (Hatanto Reksodipoetro, Kepala BP Batam).
Hatanto menyarankan agar para pengusaha shipyard menggabungkan aset, baik secara lahan maupun dalam permodalan. Seperti diketahui, lahan tepi pantai yang bisa dialokasikan untuk shipyard sudah tidak ada lagi. Dengan penggabungan sejumlah shipyard, akan membuat investor lebih tertarik.
Kerja sama atau aliansi galangan kapal seperti yang dikemukakan Hatanto, adalah pemikiran yang sangat baik, sebab hal yang sama juga sudah dilakukan China. Itulah salah satu kunci kemajuan industri galangan kapal di China.
Tujuh perusahaan besar galangan kapal China telah membentuk aliansi untuk berbagi sumber daya pembangunan. Dibentuk pada 28 Desember 2016, aliansi beranggotakan CIMC Raffles, Shanghai Zhenhua Heavy Industries Company (ZPMC), Cosco (Qidong) Shipyard, Shanghai Waigaoqiao Shipbuilding (SWS), China Merchats Heavy Industry (Shenzhen), Dalian Shipbuilding Industry Offshore dan Cosco Shipyard. (Bulletin Indonesia Shipping Times, Januari 2017).
Peluang pesanan kapal
Ke lima. Terdapat segmen peremajaan kapal tua dalam negeri yang sudah lewat umur ekonomis 30 tahun. Kebutuhan penggantian armada kapal tua dalam negeri sangat besar, karena sekarang ini kapal di dalam negeri yang sudah berusia sekitar 30 tahun sebanyak 2.476 kapal. Di antaranya, 1.061 kapal di atas 25 tahun dan 1.533 kapal di atas 20 tahun. (Direktorat Maritim, Kedirgantaraan & Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian tahun 2012).
Selain kapal-kapal tua, banyak juga kebutuhan pergantian kapal tanker lama, dari single hull menjadi tanker double hull, dan tren tongkang yang ukurannya semakin besar. Perusahaan Pelayaran ingin mengendalikan rantai pasokan operasi mereka dengan membeli kapal ke galangan. Kesemua ini pada saatnya akan mendorong peremajaan armada kapal generasi lama menjadi generasi baru. (Roadmap BP Batam 2011-2015).
Geliat itu mulai terasa
Menurut pelaku usaha kepelabuhan asal Batam, Teguh Kusuma, per Juni 2017, perusahaan besar di Batam seperti Profab dan Mcdermott, sudah mulai dapat order baru. “Orderan akan meningkat terus setiap bulan, sedikit demi sedikit, sampai akhir tahun bisa bangkit lagi sampai 60% kondisi normal dan akan terus meningkat di tahun depan,” katanya.
Industri galangan kapal yang sebelumnya lesu karena jatuhnya harga minyak dan batubara, dengan perkembangan (tren pesanan baru), maka krisis akan segera berlalu. Stabilnya harga kedua komoditas (minyak dan batubara), dipastikan membuat tren baru yang positif. Pelonggaran keran ekspor mineral mentah juga merupakan kabar gembira bagi produsen tongkang dan tugboat, sebagai pengangkut mineral dan tanker pengangkut minyak.
Gebrakan BP Batam untuk mendorong masuknya industri galangan kapal teknologi tinggi dan membentuk aliansi/klaster industri perkapalan, diharapkan membuat produk kapal Batam naik level. Supaya produk Batam supaya semakin terdiversifikasi, tidak tergantung pada produksi tongkang, tugboat dan tanker saja, tetapi juga produk lain yang nilai tambahnya berlipat ganda. Semoga. Pasti. ***
Penulis adalah Direktur Small Medium Enterprise, Indonesia Marketing Asscociation (IMA), Chapter Batam. Lulusan Teknik Planologi Institut Teknologi Bandung (ITB)