JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior di Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto angkat bicara terkait isi Peraturan Presiden No: 78/2021 terkait dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Perpres yang ditanda tangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja diterbit.
Pemegang gelar S3 Teknik Nuklir dari Tokyo Institute of Technology (Tokodai), Jepang, 1995 itu berpendapat tugas dan fungsi organisasi BRIN, sebagaimana diatur dalam Perpres tersebut, sangat tambun.
Mulyanto khawatir bakal banyak fungsi yang tidak dapat dilaksanakan BRIN dengan baik. Dalam Pasal 3 disebutkan, BRIN mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan tugas Pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, invensi, inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran dan keantariksaan secara nasional dan yang terintegrasi serta melakukan monitoring, pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas, fungsi BRIDA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sepengetahuan saya, kata Mulyanto, baru pertama kali ada kelembagaan iptek yang sebesar ini. Tugas dan fungsinya sangat besar, meliputi fungsi pelaksanaan, perumusan, penetapan kebijakan, koordinasi, pengawasan dan pengendalian, pembinaan terkait penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap), invensi, inovasi untuk seluruh bidang Iptek.
“Bahkan termasuk fungsi penyelenggaraan ketenaganukliran serta penyelenggaraan keantariksaan yang sebelumnya masing-masing dijalankan oleh badan atau lembaga tersendiri, yakni Batan dan Lapan,” kata wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut.
Namun, jelas Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan terseebut, tugas dan fungsi yang luas itu dilaksanakan dalam satu badan tunggal. Karenanya, menjadi wajar kalau ditengarai akan tidak implementatif.
Dalam BRIN penyelenggaraan ketenaganukliran dan penyelenggaraan keantariksaan dilaksanakan hanya Organisasi Riset (OR) yang dipimpin pejabat fungsional. Juga terkait dengan pelaksanaan fungsi pengkajian dan penerapan teknologi, yang sebelumnya dilaksanakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) tertentu yakni Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang diciutkan menjadi sekedar sebuah OR.
Jadi terbayang, betapa ruwetnya menjalankan fungsi-fungsi tersebut dalam struktur organisasi yang tidak memadai,” kata Mulyanto dalam keterangan dia kepada Beritalima.com di Gedung Nusantara I Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (1/9) petang.
Mulyanto melihat isi Perpres yang mengalihkan fungsi penyelenggarakan ketenaganukliran, keantariksaan, pengkajian dan penerapan teknologi dari sebuah LPNK menjadi sekedar sebuah OR, akan berdampak kepada merosotnya kinerja operasional, manajemen dan kerjasama antar lembaga bidang-bidang tersebut.
Di negara-negara lain riset dan penyelenggaraan ketenaganukliran dan keantariksaan justru sedang gencar dikembangkan untuk berbagai keperluan. Di sini justru lembaga pelaksananya dibubarkan dan digantikan sebuah organisasi kecil yang dikepalai pejabat fungsional.
Secara administratif kapasitas OR dan kedudukan pejabat fungsional dalam suatu organisasi sangat terbatas. Sehingga kewenangannya dan perannya juga akan terbatas.
“Di tengah pandemi Covid-19 yang masih menerpa Indoneesia dan kita belum tahu entah kapan akan selesai, pembubaran Kemenristek dan peleburan LPNK Ristek ke dalam BRIN ini sungguh merupakan langkah mundur sekaligus blunder yang dilakukan Presiden Jokowi,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)