P-19 Tiga Kali, Setiyo Busono : Status Tersangka Anak Kiai Ponpes Jombang Bisa Dibatalkan

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Sidang Praperadilan yang diajukan MSAT alias Gus Bekhi, seorang anak kiai di Jombang yang ditetapkan sebagai tersangka perkosaan, akan memasuki babak akhir dengan penyerahan kesimpulan dari MSAT selaku Pemohon dan Polda Jatim sebagai Termohon serta Kejati Jatim mewakili Turut Termohon

Setiyo Busono, penasehat hukum MSAT alias Gus Bekhi berharap Pengadilan Negeri (PN) Surabaya akan mengabulkan permohonan penghentikan penyidikan yang dijeratkan kepada MSAT. Sebab kata Setiyo, kasus tersebut sudah sangat jauh dari asas kepastian hukum karena MSAT sudah 2 tahun lebih ditetapkan sebagai tersangka setelah berkas perkaranya 3 kali dikembalikan atau di P-19 oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena penyidik tidak bisa memenuhi petunjuk JPU.

“Bahkan ada rapat koordinasi dan konsultasi antara kejaksaan dengan penyidik Polda Jatim sebanyak 3 kali juga. Jadi berkas perkara Gus Bekhi ini sudah diberikan petunjuk berulang kali ternyata masih ada petunjuk yang belum dipenuhi. Makanya saya sangat berharap permohonan praperadilan ini akan dikabukan oleh hakim,” ujarnya di Penyetan Joss, Jalan Kendangsari Nomer 57 Surabaya. Selasa (14/12/2021).

Apalagi sambung Setiyo, setelah adanya peraturan bersama antara Kejaksaan Agung, Mabes Polri, Mahkama Agung dan KemenkumHam tanggal 4 Mei 2010, yang pada lampiran ke 10 dinyatakan apabila terjadi proses penyidikan yang dilimpahkan ke Kejaksaan sampai ada P-19 tiga kali, maka penyidikan tidak dapat dilanjutkan.

“Pada lampiran ke 7 dijelaskan, kalau ada instansi yang tidak melaksanakan peraturan bersama tersebut maka bisa dikenai sangsi dari instansinya masing-masing. Peraturan itu masih berlaku sampai saat ini dan belum pernah dicabut. Alhamdulilah pendapat ahli hukum yang kami hadirkan tadi sudah sesuai dengan yang diatur disitu. Dan itu kita tunjukan kepada hakim yang menangani praperadilan tersebut,” sambungnya.

Terkait materi perkara, Setiyo menandaskan bahwa ahli dari Kedokteran Forensik menyatakan bahwa Visum yang dibuat untuk mendeteksi apakah terjadi perkosaan atau tidak itu tidak boleh sembarangan, karena pasal 285 atau 294 KUHP ini ada unsur kekerasan didalamnya.

“Visum itu ternyata dibuat 6 bulan setelah peristiwa perkosaan terjadi. Pertanyaanya, kalau sudah 6 bulan, apakah masih ada sisa perkosaan, misalnya sperma, tentang robekan, tentang luka. Jelas sudah tidak ada semua,” tandas Setyo.

Maka dari itu menurut Setyo bisa dikatakan hasil dari visum tersebut tidak akurat. Apalagi dalam perkara ini ada 2 visum yang ternyata beda kesimpulannya.

“Kata ahli forensik itu menjadi debatebel, kesimpulan yang mana yang dipakai. Dan terkait adanya kekerasan bathin harus ada pendapat dari psikiater,” kata Setiyo Busono.

Sebelumnya, MSAT, seorang anak kiai di Jombang dilaporkan di Polres Jombang pada 29 Oktober 2019 lalu dan sejak tanggal 12 November 2019 ditetapkan sebagai tersangka pencabulan terhadap M. Kasus MSAT ini akhirnya diambil alih oleh Polda Jatim sejak 15 Januari 2020.

Berdasarkan Sistim Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Surabaya, nomor 35/Pid.Pra/2021/PN.Sby tanggal 23 November 2021, MSAT mengajukan permohonan Praperadilan.

MSAT menilai penetapan dirinya menjadi tersangka pasal 294 ayat 1 dan 2 KUHP tidak sah. Tak hanya itu, MSAT juga menuntut ganti rugi senilai Rp 100 juta dan meminta nama baiknya dipulihkan. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait