PAD Sektor Tambang Jongkok, DPRD Desak Ubah IUP ke IUPK

  • Whatsapp
Tambang Obi dikabupaten Halmahera Selatan

LABUHA, BeritaLima.com, Maluku Utara – Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, didesak mengubah izin pertambangan tambang-tambang yang ada di Pulau Obi. Desakan tersebut datang dari DPRD Halsel. Tujuan perubahan adalah memperbesar kontribusi sektor tambang ke daerah.

Anggota DPRD asal Daerah Pemilihan Obi, Muhammad Likur Latif menuturkan, selama ini tambang-tambang di Obi mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Hal itu menyebabkan Kabupaten Halsel hanya kecipratan kontribusi Dana Bagi Hasil (DBH) berupa sumbangan pihak ketiga. Sementara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang jumlahnya jauh lebih besar justru lolos begitu saja. “Karena kita masih menggunakan IUP. Padahal dari sisi pendapatan daerah, sektor pertambangan memiliki kontribusi paling tinggi,” ungkap politisi Partai Gerindra tersebut, Selasa 13/3/2018.

Menurut Likur, sudah waktunya izin tambang di Halsel, terutama Obi, diubah menjadi IUP Khusus (IUPK). Perubahan tersebut dimungkinkan melalui regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan ke-4 Atas PP 23/2010 tentang Pelaksanaan  Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Perusahaan yang beroperasi dengan IUPK dikenakan pajak yang lebih banyak, mulai dari pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), hingga pajak bumi dan bangunan (PBB). Selain itu, batas waktu usaha produksi maksimal 20 tahun yang dapat diperpanjang dua kali, masing-masing 10 tahun. “Area tambang pemegang IUPK pun maksimal hanya 25 ribu hektare,” ujar Likur.

Perubahan IUP ke IUPK ini diyakini akan membawa banyak keuntungan terhadap daerah. Pasalnya, selama ini Pemkab hanya bertahan dengan sumbangan pihak ketiga untuk pendapatan sektor pertambangan. “Namanya juga sumbangan, tidak ada aturannya berapa harus diberikan ke daerah. Jadi terserah perusahaan. Jika suatu ketika perusahaan mengaku tidak dapat untung sehingga tidak bisa berkontribusi ke daerah pun mereka tidak bisa dikenakan sanksi,” urai anggota Komisi II DPRD itu.

Likur mengungkapkan, selama ini target PAD dari sektor pertambangan tak pernah tercapai. Hal ini disebabkan lemahnya kedudukan pemerintah dalam menegosiasikan hasil dari dikeruknya sumber daya alam daerah. “Kita juga lemah dalam sektor galian C,” ujarnya.

Kondisi ini membuat DPRD mendesak Pemkab menyurat ke Pemerintah Provinsi agar meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Alam mengalihkan IUP tambang-tambang di Obi menjadi IUPK. Apalagi ketiadaan Pengawas Pertambangan di daerah membuat pemda tak tahu persis berapa banyak hasil tambang yang diangkut keluar Obi. “Karena itu kami minta pemda hentikan dulu kegiatan pertambangan di Obi sana. Jangan ada yang mengangkut keluar ore dulu. Tunggu sampai izinnya diubah ke IUPK baru aktivitas boleh dilanjutkan,” tegas Likur.

Sementara Sekretaris Daerah Halsel Helmy Surya Botutihe saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui desakan DPRD tersebut. “Saya belum tahu info itu. Sebentar saya komunikasikan dengan DPRD dulu,” katanya.

Saat ini, Pulau Obi menjadi pusat eksplorasi dan eksploitasi puluhan perusahaan tambang, baik nikel maupun emas. Diantaranya milik Harita Group, Trimega Persada, dan Wanatiara Persada. Sejauh ini baru Wanatiara yang membangun smelter di Obi. (iel)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *