BANYUWANGI, beritalima.com – Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45), mengamanatkan bahwa air bersih adalah hak dasar setiap rakyat Indonesia. ‘Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’, begitu bunyi pasalnya. Disitu terdapat konsekuensi bahwa negara wajib hadir mengupayakan terpenuhinya akses terhadap air bersih.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI), melalui situs www.komnasham.go.id, berjudul ‘Hari Air Sedunia: Negara Wajib Penuhi dan Lindungi Hak atas Air’ yang terbit pada Rabu, 22 Maret 2017, menjelaskan bahwa hak atas air tidak diatur tersendiri di dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, hak atas air disebut sebagai bagian dari terpenuhi dan terlindunginya hak untuk hidup.
Sebab air adalah komponen terpenting untuk memenuhi dan melindungi hak untuk hidup. Yang merupakan hak mutlak dan tidak bisa dikurangi. Pada 28 Juli 2010, Sidang Umum PBB juga mengeluarkan Resolusi Nomor 64/292 yang secara eksplisit mengakui hak atas air dan sanitasi adalah HAM.
Namun nyatanya, mendapatkan air bersih yang merupakan hak dasar setiap rakyat Indonesia, tidaklah semudah membalikan tangan. Ya, setidaknya itulah yang dialami masyarakat lingkungan Roworejo dan Pulau Merah, Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur.
Diera kemerdekaan. Diera kemajuan zaman, masyarakat setempat masih kesulitan mendapat air bersih. Padahal, hasil uji laboratorium Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyuwangi, air sumur masyarakat Roworejo dan Pulau Merah tidak layak konsumsi. Air berwarna kecoklatan, rasanya asin dan lainnya. Sungguh kenyataan hidup yang tidak mudah.
Besarnya harapan memiliki saluran air bersih, mendorong warga untuk membentuk HIPAM ‘Suko Tirto’. Tepatnya pada pertengahan tahun 2021. Selanjutnya mereka berkomunikasi dengan manajemen PT Bumi Suksesindo (PT BSI). Dengan pertimbangan tingginya manfaat, akhirnya perusahaan tambang emas bersedia menanggung seluruh biaya. Mulai dari pembuatan sumur bor hingga pemasangan pipa ke masing-masing rumah warga.
“Masyarakat sangat berharap program air bersih bisa segera terealisasi. Program air bersih ini juga untuk mendorong kemandirian serta mengurangi angka pengangguran, karena akan dikelola oleh masyarakat,” ucap Ketua HIPAM ‘Suko Tirto’, Faishol Farid, Selasa (23/11/2021).
Namun ternyata kenyataan berkata lain. Harapan masyarakat Roworejo dan Pulau Merah harus terganjal. Ketika seluruh persiapan telah matang dan pembuatan sumur bor siap dilakukan, mendadak muncul penolakan. Yang didominasi warga asal lingkungan Pancer. Alias warga dari luar lingkungan Roworejo atau pun Pulau Merah.
Masyarakat memahami bahwa air bersih adalah hak dasar setiap individu rakyat Indonesia. Sekaligus bagian dari HAM. Meski telah dijamin oleh konstitusi UUD 45, faktanya Pemerintah Desa Sumberagung serta Forpimka Pesanggaran, tetap memfasilitasi sekelompok warga yang melakukan penolakan. Walaupun dasar penolakan bisa dibilang tidak masuk akal. Dimana pembuatan sumur bor untuk program air bersih disebut sebagai upaya PT BSI untuk melihat kadar kandungan emas dalam tanah.
“Silahkan jika mau melakukan gerakan tolak tambang. Tapi kami mohon jangan mengganggu program air bersih, karena ini untuk kepentingan masyarakat,” imbuh Farid.
Lebih menggelikan, Kades Sumberagung, Vivin Agustin, ujug-ujug berdalih bahwa baru mengetahui adanya program air bersih Roworejo-Pulau Merah, setelah muncul polemik. Padahal, tanda tangannya jelas tercantum dalam surat HIPAM ‘Suko Tirto’ Nomor : 03/ST/IX/2021, tertanggal 6 September 2021.
Surat dengan perihal : Pemberitahuan Pembangunan Sarana Air Bersih Roworejo-Pulau Merah, Dusun Pancer, tersebut juga terdapat Stempel resmi Pemerintah Desa Sumberagung. Dengan kata lain, Vivin sudah tahu dan paham tentang adanya program air bersih Pulau Merah, sejak sebulan sebelum rencana pembuatan sumur bor atau pengeboran mata air.
Bahkan dalam surat tersebut, Kadus Pancer, Fitriyati, serta sejumlah Ketua RT dan RW ikut bertanda tangan.
‘Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga’. Kiranya, pepatah itulah yang menimpa Kades Vivin. Sebuah rekaman mirip suaranya tiba-tiba menyebar. Rekaman yang kemudian diakui bahwa itu benar-benar suara Kades Sumberagung, Vivin Agustin, membeberkan bahwa terdapat 2 orang oknum provokator penolakan program air bersih Roworejo-Pulau Merah. Sesuai rekaman, nama yang disebut adalah Kadus Pancer, Fitriyati dan ZA, pria asal Desa Ringintelu, Kecamatan Bangorejo.
Yang menarik, ketika dikonfirmasi wartawan Fitriyati dengan lugas menerangkan bahwa sebagai Kadus Pancer, apa yang dia lakukan semua atas arahan dan perintah pimpinan. Yakni Kades Sumberagung, Vivin Agustin.
“Apa yang saya lakukan semua sesuai dengan perintah pimpinan,” katanya.
Namun nampaknya kesabaran masyarakat Roworejo dan Pulau Merah dalam mendamba ketersediaan saluran air bersih, lagi-lagi harus diuji. Bahkan hingga dipertemuan terakhir yang digelar di Pendopo Kecamatan Pesanggaran, pada Jumat, 12 November 2021 lalu. Pertemuan tersebut dihadiri Camat Pesanggaran, Sugiyo Darmawan, Kapolsek Pesanggaran, AKP Subandi, Danramil Pesanggaran, Kapten (Kav) Makali dan anggota Komisi I DPRD Banyuwangi, Patemo.
Kadus Pancer, Fitriyati, selaku perwakilan Kades Sumberagung, Ketua HIPAM ‘Suko Tirto’, Faishol Farid, serta perwakilan masyarakat.
Disitu, sesuai arahan anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Banyuwangi, Patemo, diputuskan bahwa program air bersih Roworejo-Pulau Merah ditunda. Alasannya, karena masih terdapat pihak yang tidak setuju. Walaupun pihak yang tidak setuju bukanlah warga penerima manfaat. Atau yang tidak setuju didominasi warga luar lingkungan Roworejo dan Pulau Merah.
Dan bagai disambar petir, seluruh jajaran pemerintahan ikut meng amini. Padahal sudah jelas bahwa TNI, Polri maupun pejabat pemerintahan wajib menjalankan tugas dan kewenangan sesuai peraturan perundang undangan. Yang penting digaris bawahi, dalam sumpah janji jabatan, pegawai pemerintah telah berikrar untuk taat dan patuh pada Pancasila dan UUD 45.
Sementara air bersih adalah hak dasar setiap individu rakyat Indonesia sesuai amanat UUD 45. Dimana tidak ada dalih atau pun kepentingan apa pun yang bisa melampaui hak dasar setiap warga negara.
Masyarakat Roworejo dan Pulau Merah, Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, berharap Patemo, bukan hanya bisa merekomendasikan penundaan program air bersih. Sebagai wakil rakyat yang memiliki komitmen memperjuangkan nasib konstituen harusnya kader PDI Perjuangan ini bisa memberikan solusi. Terlebih ditahun 2020 Pemkab Banyuwangi, telah menjual saham di induk perusahaan PT Bumi Suksesindo (PT BSI), senilai Rp 300 miliar.
“Harusnya anggaran tersebut diprioritaskan untuk kepentingan masyarakat ring satu,” ucap Koordinator GARABB, Bondan Madani, saat diwawancarai wartawan, Senin (22/11/2021).
Sebagai bentuk tanggung jawab kebijakan, Bondan juga mendesak Patemo untuk bisa mewujudkan program air bersih untuk masyarakat Roworejo dan Pulau Merah dari anggaran hasil penjualan saham PT BSI.
Entah harus kemana lagi masyarakat Roworejo dan Pulau Merah harus mengadu. Entah kemana lagi mereka bisa menyandarkan harapan akan ketersediaan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Konstitusi negeri ini menyebut air bersih adalah hak dasar setiap individu rakyat Indonesia. Namun faktanya, air bersih mereka terus diganjal.
Mau mengadu ke Camat Pesanggaran, Sugiyo Darmawan, pun sepertinya juga tidak mungkin. Karena kini camat juga sedang disibukan laporan atas 3 kasus dugaan korupsi. Kasus dugaan korupsi anggaran rumah isolasi mandiri Kecamatan Pesanggaran. Kasus dugaan korupsi anggaran operasional ambulance CSR PT BSI. Dan kasus dugaan korupsi anggaran program Rantang Kasih.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, pun belum mengeluarkan sikap apa pun.
Sementara, harapan satu-satunya bagi warga Roworejo-Pulau Merah, Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, adalah gerakan Aliansi Banyuwangi Cekatan (ABC).
“Jika sampai akhir pekan ini tidak ada progres apapun dalam program air bersih, terpaksa akan kami laporkan seluruh pejabat terkait ke Komnas HAM RI,” ujar Juru Bicara ABC, Halili Abdul Ghany.
“Sebenarnya maunya apa sih?. Ada swasta yang mau biayai penuh program air bersih tapi ditolak. Diminta agar bisa mendorong Pemkab Banyuwangi, bisa mengeluarkan anggaran, mengelak dengan seribu alasan Apakah memang senang kalau rakyat jadi korban,” imbuhnya. (bi)