Paguyuban Keluarga 65 Harapkan Presiden Prabowo Komitmen Selesaikan Pelanggaran HAM

  • Whatsapp
Paguyuban Keluarga 65 harapkan Presiden Prabowo komitmen selesaikan pelanggaran HAM (foto: istimewa)

Jakarta, beritalima.com|– Paguyuban Keluarga (Pakel) 65 sangat berharap, Presiden Prabowo berkomitmen untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Andi Rahadian, Koordinator Bagian Advokasi Pakel 65, salam kesehariannya membantu keluarga korban peristiwa 1965. Kini, sudah mulai terlihat anggota didalamnya, mendapat manfaat dari aspek bantuan kesehatan, usaha dan renovasi rumah.

Berikut ini wawancara beritalima (BL) dengan Andi Rahadian (AR), kelahiran Garut, Jawa Barat (1979) dan pernah menjadi Kepala Bidang Advokasi 65:

BL. Apa tugas utama Pakel 65?

AR. Paguyuban Keluarga atau Pakel 65 adalah perhimpunan para penyintas 65, baik yang pernah dipenjara, diminta kerja paksa, dan anak-anak beserta kerabatnya yang terdampak langsung atau tidak langsung dari Peristiwa 1965.

Tapi yang menjadi ciri khas kami (karena paguyuban serupa juga banyak), paguyuban kami juga menggandeng keluarga Pahlawan Revolusi. Dari peristiwa 65 juga tapi dari kubu yang seberang. Misalnya Ibu Tuti Sutoyo, keluarga Letjen Agus Widjojo, dan lain-lain.

Pakel 65 ini menjadi unik, karena yang kami perjuangkan bukan sekedar pelanggaran HAMnya secara yudisial, tapi lebih menyoroti kehidupan sosial, ekonomi dan kesejahteraan para korban. Bahasa populernya kita memakai pendekatan non yudisial. Masalah ini tidak kalah pentingnya adalah bagaimana orang yang terkena dampak peristiwa 65 itu bisa bertahan hidup.

Karena mereka di stigma puluhan tahun, tidak bisa bekerja, banyak yang hidup sebatang kara setelah keluar dari rumah tahanan. Contoh yang keluar dari Pulau Buru, anggota kami itu, isterinya meninggalkannya. Kemudian mau bekerja sulit, hidup terkatung-katung di Jakarta menjadi buruh atau kuli bangunan misalnya. Lalu mereka menikah lagi, tapi secara strata ekonomi hidupnya mulai dari bawah.

Nah saat reformasi 98, kehidupan mereka juga tidak lebih baik atau tetap saja menjadi miskin. Mereka ini yang berkumpul dengan kami. Lalu pada akhir 2022, kita kumpul membahas bagaimana menyatukan lagi bapak/ibu/saudara yang sudah tercerai berai ini dari korban 65.

BL. Setelah didata, lalu?

AR. Untuk diurus SKKPHAM (Surat Keterangan Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia) nya. Ini kata kunci yang membedakannya dengan organisasi serupa lainnya.

Orang yang menjadi anggota Pakel 65 ini kami bantu SKKPHAM nya yang diterbitkan oleh Komnas HAM. Saat bersamaan pada 2023, Presiden Jokowi mengeluarkan Inpres No 2/2023, tentang penyelesaian non yudisial dari 12 kategori korban pelanggaran HAM, salah satunya korban 65.

Paguyuban ini juga menjadi wadah agar anggotanya dapat mengakses bantuan itu. Jadi Pakel 65 berdiri 2022,

dilembagakan pada 2023. Sampai sekarang ini kami mendata sebanyaknya orang korban 65 untuk diurus SKKPHAMnya. Kalau sudah jadi durus bantuannya. Bantuan terdekat dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), agar mereka dapat bantuan Kesehatan, modal usaha, meskipun sedikit.

BL. Berapa sudah terkumpul dari anggota Pakel 65?

AR. Ada sekitar 180an orang (kurang lebih). Ini yang terdaftar, punya kartu anggota. Bukan simpatisan. Yang sudah merasakan bantuan diatas, ada sekitar 70an. Bantuan seperti layanan kesehatan, jadi seperti asuransi, ada buku hijau. Datang saja ke RSUD ke bagian Poli, Rawat Inap atau UGD di rumah sakit pemerintah. Nah ini bedanya dengan BPJS, kita tidak perlu ke Faskes dulu untuk rujukan. Bisa langsung ke RSUD.

Seperti orang punya asuransi. Tinggal kasih unjuk kartu hijaunya, lalu pihak RS telpon ke LPSK, bila benar orangnya, langsung dilayani.

BL. Sebelumnya lembaga seperti ini sudah pernah ada?

AR. Sebelumnya sudah ada sejak 2016, tapi belum tersosialisasi. Jamannya Pak Hasto ketua LPSK sudah ada tapi belum tersosialisasi dengan baik.

Ada keluarga datang sendiri ke LPSK. Komnas HAM hanya memberikan SKKPHAM, tidak bisa memberikan bantuan, karena tidak ada anggarannya. Komnas HAM yang memberikan rekomendasi kepada LPSK, ini orang-orang yang bisa dibantu.

Jadi bantuannya bukan dana cash setiap bulan. Tapi yang tadi itu (Kesehatan, modal usaha). Misal ada yang terkena sakit jantung coroner yang harus bolak balik ke RS, itu dibayar juga ongkos transportasinya (sekali jalan Rpn150 ribu ongkos transportasinya dibayarkan). Ini sudah terbukti, dan ongkos transport diganti setelah dikumpulkan (dibayar kembali) dimanapun rumahnya.

Kalau korban ada diluar Jakarta, misalnya di Majalengka (Jabar), ya di RSUD setempat. Bantuan kedua untuk modal usaha, berkisar antara 5-10 juta rupiah (ini hanya sekali saja di awal usaha). Ketiga untuk renovasi rumah. Ini dianggarkan Rp 10 juta/korban. Ini ada prosesnya, dicek dahulu, apakah rumahnya sudah tidak layak. Kalau rumah kontrak tidak dapat.

BL. Pakel 65 anggarannya dari mana?

AR. Pakel ini tidak punya donor. Kami bukan seperti LSM ya. Memang lembaga tapi bukan yang didirikan oleh aktifis dan mendapat bantuan asing. Ini benar-benar digagas oleh korban 65 dan simpatisannya. Seperti saya juga bukan korban langsung ya. Tapi saya banyak berhubungan dengan keluarga korban 65. Ada keluarga jauh saya juga, saya membantu sebagai penyintas.

Jadi swadaya. Kami itu ada iuran untuk anggota Rp 10 ribu per bulan. Sisanya dari anak-anak korban yang sudah bekerja. Misalnya yuk patungan untuk kumpul, rutin sebulan sekali.

Setiap bertemu, kami mengumpulkan data yang mau mengajukan SKKPHAM dan mendapat buku hijau dari LPSK. Buku itu dipegang si penerima manfaatnya. Prosedurnya, kami hanya mendaftar, mengisi formulir, lalu dalam 3 minggu diwawancara dan menunggu hasil pemeriksaan.

BL. Berapa lama proses sampai mendapat persetujuan?

AR. Ada yang sampai 3-4 bulan baru disetujui. Pernah tercepat 2 hari, karena darurat. Saat itu si korban sebatang kara, usia 89 tahun, kena gejala stroke, tinggal di wilayah kumuh sekitar Pondok Kopi, Jaktim. Nah itu kami jemput, dia tidak punya BPJS, keluarga tidak tahu dimana. Lalu kami hubungi LPSK, dan dibantu Kementerian HAM.

Dalam SK Kementerian HAM era Presiden Prabowo, ada tugasnya memberi bantuan bagi korban pelanggaran HAM. Tapi masalahnya, Kementeria. HAM tidak punya anggaran untuk memberikan bantuan. Akhirnya kami pun ada MoU dengan Kementerian HAM, sehingga kalau perlu bantuan darurat, akan diberikan prioritas melalui LPSK. Beberapa kali kami dialog dengan Kementerian HAM.

BL. Saat ini ada perwakilan dimana saja?

AR. Kami ada perwakilan di Brebes (Jateng), Pandeglang dan Rangkasbitung (Banten), serta Subang (Jabar). Di sana mereka banyak, lebih dari 20 orang. Kenapa ada perwakilan, supaya kalau ada yang mendaftar tidak perlu ke Jakarta.

Masalahnya, yang bukan korban juga ada yang mengaku sebagai korban. Karena yang ditanggung negara adalah isteri (isteri pertama, kalau nikah lagi tidak) dan anak. Cucu tidak termasuk. LPSK sifatnya mana yang paling darurat untuk dibantu. Kalau yang sehat tidak dapat buku hijau. Hanya yang sakit. Saat verifikasi data, ada dokter yang menilainya.

BL. Target apa yang mau dicapai?

AR. Jangka panjangnya tentu sama dengan penyintas 65 lainnya. Kami ingin peristiwa 65 ini dibongkar sejarahnya. Kami ingin generasi muda dan generasi penerus tahu apa yang terjadi pada 65, sepahit apapun. Penulisan sejarah ini menjadi penting. Kedua soal penegakkan hak-hak atas korban, seperti hak informasi, hak atas ketidakberulangan, dan rehabilitasi/restorasi. Ketiga yang yang sedang kami lakukan ini.

Jangka menengahnya kami berharap, Presiden Prabowo mengeluarkan inpres baru (melengkapi Inpres 2/2023). Di Inpres 2023 jelas menginstruksikan lembaga/kementerian memberikan bantuan. Tapi nomeklaturnya sudah berubah saat ini, karena banyak Menteri (Kementerian) juga sudah berubah/berganti.

Kita berharap Presiden Prabowo membuat keputusan baru, sehingga ia menjadi presiden yang punya komitmen menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. Ini juga yang disampaikan Pakel saat bertemu dengan Wakil Menteri HAM, kami mendesak agar membuat Inpres baru. Supaya ada penyelesaian yang jelas. Sekarang ini terkatung-katung. Jangka pendeknya, kami ingin membuat peringatan 60 tahun tragedi 65, pada 26 November nanti. Satu hari di TIM, kerjasama dengan Dewan Kesenian Jakarta.

BL. Acara nya nanti apa saja?

AR Kita akan buat menarik, dikemas dengan teatrikal. Ada panggung seni, pameran. Yang kita bikin nanti lebih bersifat hiburan, diisi oleh keluarga korban. Bahkan ada seniman dari Jakarta.

Kita akan undang Menteri HAM, Gubernur DKI Jakarta juga para keluarga 65 yang dari pihak kanan (Pahlawan Revolusi). Jadi berimbang, bukan dari pihak kiri saja.

Pementasannya bisa dikomentari penonton. Juga ada komentar para ahli (sejarawan, pelaku sejarah, dan lain). Lalu, dipentaskan ulang, dibalik yang main penontonnya. Jadi bergantian.

Tema besar acara: Resiliensi, Melenting Melampaui Tragediā€. Jadi ada daya tahan, memantul kembali (setelah terperosok). Yang akan dipentaskan bukan soal peristiwa

30 September 65nya. Tapi Gimana sih korban dari peristiwa 65 bisa hidup di era Soeharto dan era reformasi dengan kreatifitas, mental kuat, dan lain sebagainya. Ini pesan untuk generasi muda.

Jurnalis: abriyanto

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait