SURABAYA, Beritalima.com|
Dalam menghadapi tantangan globalisasi dan meningkatnya volume perdagangan internasional, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menerapkan regulasi ketat terkait barang bawaan impor. Kebijakan ini menuai tanggapan dari berbagai pihak. Termasuk, Iman Prihandono PhD, Pakar Hukum Perdagangan Internasional Unair.
Iman menilai positif kebijakan baru Bea Cukai Indonesia ini. Menurutnya, regulasi itu dapat menghindari penyalahgunaan kunjungan luar negeri untuk impor barang tanpa kontrol.
“Jika jumlah barang bawaan pengunjung dari perjalanan luar negeri tidak dibatasi, maka beberapa kerugian dapat terjadi. Pertama, negara bisa kehilangan kesempatan untuk menerapkan pajak bea masuk impor. Kedua, industri dalam negeri akan sulit tumbuh bila barang impor dapat bebas masuk,” ujar Iman.
Lebih lanjut, Iman menekankan pentingnya pelaksanaan kebijakan yang konsisten dan adil. Baginya, transparansi petugas dalam menetapkan tarif dan penggunaan sistem pembayaran non-tunai dapat menjadi kunci.
“Petugas lapangan harus transparan dalam menetapkan tarif kelebihan barang bawaan. Selain itu, pembayaran tarif sebaiknya cashless atau menggunakan fasilitas perbankan online, agar biaya langsung masuk ke kas negara,” tuturnya.
Sesuai Aturan Internasional
Mengenai standar internasional, Iman menyatakan bahwa kebijakan ini sejalan dengan praktik perdagangan lintas negara World Trade Organization (WTO). Menurutnya, pemerintah berhak mengatur impor melalui tarif bea masuk sesuai dengan GATT Agreement.
“GATT Agreement pasal 2 telah mengatur tentang cara barang impor bisa masuk ke suatu negara dan penyesuaian tarif berdasarkan schedule of concessions,” jelas Pakar Hukum Unair itu.
“Apabila ada barang impor masuk dalam jumlah besar dan tidak terkontrol, maka negara dapat mengatur sesuai dengan WTO Agreement. Hampir seluruh negara tunduk dalam aturan WTO Agreement. Sehingga, tidak akan mempengaruhi kerjasama perdagangan indonesia dengan negara mitranya,” imbuhnya.
Lindungi Konsumen
Lebih lanjut, ia menyoroti manfaat signifikan bagi konsumen dan perekonomian nasional. Menurutnya, barang impor yang masuk tanpa pemeriksaan bea cukai sering kali tidak memenuhi SNI dan menimbulkan risiko keselamatan bagi pengguna.
“Garansi produk juga menjadi perhatian, dimana barang impor langsung dari luar negeri seringkali tidak terlindungi garansi lokal. Hal ini menyulitkan konsumen dalam klaim garansi atau pengembalian produk cacat.”
Alih-alih, Iman menyarankan konsumen dan pelaku usaha untuk menyesuaikan dengan aturan baru. Ia pun mendorong pembelian melalui pasar lokal dan official store, agar dapat memastikan hak-hak konsumen terlindungi.
“Pemerintah pernah menerapkan pajak bea masuk untuk barang bawaan pelaku kunjungan luar negeri, namun kebijakan ini terbukti tidak efektif. Pembatasan jumlah barang bawaan ini justru lebih fair. Sehingga, para pengunjung dari luar negeri membawa barang secara wajar dan hanya dikenakan bea masuk untuk barang berlebih,” tutupnya.(Yul)