SURABAYA, beritalima.com|
Baru-baru ini, dunia digital dipenuhi informasi maraknya kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Warga Negara Asing (WNA) di Bali. Kasus yang viral pun beragam, mulai dari complain ayam berkokok di pagi hari, tidak beritikad baik ketika ditilang polisi lalu lintas, hingga WNA yang mempunyai side job ilegal di Bali.
Hal itu, tengah menjadi sorotan publik dan menjadi bahan perbincangan hangat. Dosen Departemen Hukum Tata Negara Universitas Airlangga (Unair) Syaiful Aris SH MH LLM menanggapi fenomena tersebut.
Menurutnya, sebagai bagian dari penduduk yang tinggal di sebuah negara, WNA mempunyai kewajiban untuk mentaati aturan perundang-undangan yang ada di negara tersebut.
“WNA itu punya syarat-syarat tertentu untuk bisa tinggal di Indonesia dan ia harus memenuhi persyaratan yang telah diatur. Kalau dia melakukan pelanggaran tentu harus diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Aris.
Aris juga menjelaskan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan maraknya pelanggaran tersebut. Pertama, perihal peraturan yang harus disosialisasikan agar semua orang mengetahui regulasi tersebut. Kedua, harus ada penegakkan hukum secara konsisten dan tidak pandang bulu.
“Ketika ada satu case yang melanggar maka harus ditegakkan, karena ketika dalam satu case sebuah ketentuan hukum tidak ditegakkan maka akan berpengaruh pada kewibawaan hukum tersebut. Untuk penegakkan hukumnya tetap harus sesuai dengan prosedur dan menghormati hak asasi,” tutur Aris.
Sementara itu, jika WNA melanggar ketentuan dan kemudian ketika diberikan sanksi itu tidak mau atau tidak berkenan, disitulah salah satu fungsi hukum yaitu punya daya paksa. Jadi prinsip dalam penegakkan hukum adalah tidak ditegakkan dengan sukarela, tapi ada daya paksa.
“Daya paksa merupakan bagian kewenangan yang dimiliki oleh negara. Negara diberikan kewenangan untuk mengatur, menertibkan, dan menyejahterakan masyarakat yang penerapannya harus sesuai dengan aturan. Nah, kalau sudah sesuai aturan dalam penerapannya maka orang asing akan melihat konsistensi dalam penerapan aturan itu. Jika satu aturan ditegakkannya berbeda-beda maka akan menjadi faktor orang tidak taat pada aturan tersebut,” lanjut Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unair tersebut.
Pada akhir, Aris menyampaikan elemen dalam penegakkan hukum setidaknya harus dilakukan oleh polisi, Kementerian Hukum dan HAM, pemerintah daerah, dan masyarakat.
“Penegakkan dan prosesnya sangat berkaitan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan,” pungkasnya. (Yul)