SURABAYA, Beritalima.com |
Mutasi SARS-CoV-2 memunculkan varian baru bernama Varian MU yang kabarnya mampu hindari antibodi. Varian yang pertama kali muncul di Kolombia pada Januari 2021 itu kini telah menyebar luas di Amerika Selatan dan total 46 negara di dunia.
Menanggapi hal itu, Dosen Fakultas Kedokteran (FK) sekaligus Pakar Imunologi Universitas Airlangga Dr. Agung Dwi Wahyu Widodo dr., M.Si, M.Ked.Klin, SpMK. angkat bicara. Dari beberapa penelitian yang dihimpun oleh WHO, Varian MU dilaporkan memiliki kekebalan terhadap antibodi dari plasma konvalesen atau dari serum penderita.
“Ini menunjukkan bahwa dia (Varian MU, Red) mampu melakukan escape dari antibody,” paparnya dalam wawancara Senin (20/9/2021).
Karakteristik Varian MU disebut mirip dengan pendahulunya, yakni Varian Beta. Namun jika dilihat dari pemetaan geografisnya, Varian MU muncul pada area Varian Gama dan Lambda. Sehingga kemungkinan ketiganya memiliki kemiripan sifat.
Mengenai mutasi SARS-CoV-2, Agung menuturkan, virus yang menyebar secara natural bisa mengalami mutasi. Proses mutasi dapat terjadi secara acak maupun pada daerah-daerah tertentu.
Misalnya jika terjadi mutasi pada daerah spike, titik tangkap antibodi, maka dapat dilakukan pemeriksaan.
Apakah antibodi mampu menempel pada daerah tersebut atau tidak. Jika mutasi menghasilkan protein baru atau peptida yang berbeda, antibodi akan sulit untuk menempel pada daerah tersebut.
“Inilah kenapa beberapa varian yang mengalami varian pada spike, tidak mampu ditempeli oleh antibodi. Sehingga ini yang dinyatakan mampu menghindar terhadap antibodi yang didapatkan dari pasien,” jelas Agung.
Menurut Agung, jika dibandingkan dengan Varian Delta, Varian MU memang lebih lemah. Berdasarkan penggolongan dari WHO, Varian MU termasuk dalam kategori VOI atau Variant of Interest. Sedangkan Varian Delta termasuk VOC atau Variant of Concern.
“Dari tingkatannya saja menunjukkan Varian Delta lebih kuat dan hebat dari Varian MU,” timpalnya.
Meski demikian, upaya pencegahan harus selalu dilakukan dengan ketat. Sedikitnya ada tiga skema pencegahan yang disarankan Agung. Pertama, pencegahan untuk individu dengan 5M. Yakni Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak, Mengurangi Mobilitas, dan Menghindari Kerumunan.
Kedua, jika terjadi lonjakan kasus pada skala lokal seperti kota, maka perlu dilakukan isolasi atau PPKM.
“Dibatasi keluar masuknya orang, supaya tidak menyebar seperti pada lonjakan kasus kedua,” tambah Agung.
Sedangkan pada skala yang lebih besar, diperlukan rangkaian pencegahan yang lebih besar. Yakni dengan screening dan karantina bagi warga asing yang hendak masuk ke Indonesia seperti pekerja imigran.
“Karantina dan identifikasi atau tracing itu harus super ketat. Supaya kita tahu mereka tidak membawa varian-varian baru dan bisa menyebar ke Indonesia,” pungkasnya. (Yul)
Caption: DOSEN Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) sekaligus Dokter RSUD Dr. Soetomo Surabaya Dr. Agung Dwi Wahyu Widodo dr., M.Si, M.Ked.Klin, SpMK.