SURABAYA, Beritalima.com-
Tragedi terseretnya sejumlah siswa SMP 7 Kota Mojokerto oleh ombak yang diketahui sebagai arus rip di Pantai Drini Jogjakarta, beberapa waktu lalu, patut menjadi perhatian tersendiri bagi masyarakat luas.
Masyarakat perlu mengetahui lebih jauh seberapa bahayanya arus rip tersebut dan bagaimana harus mewaspadainya ketika sedang bermain air di tepi pantai.
Menelaah hal tersebut, dosen Departemen Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Ir Wahyudi MSc memaparkan, arus rip terjadi ketika gelombang laut yang mendekati pantai pecah dan berubah menjadi aliran air yang dibelokkan oleh garis pantai ke daerah yang energinya rendah.
Terkhusus lagi pada daerah pantai yang berbentuk teluk, seringnya memiliki energi arus rip yang kencang.
“Memang nampak tidak berbuih dan tenang, tapi itu ada arus rip di dalamnya,” jelasnya.
Lelaki asal Jogjakarta tersebut menambahkan, pengunjung pantai harus mewaspadai area air di tepian daratan yang nampak tenang dengan diapit oleh gelombang yang berbuih.
Arus rip berpotensi besar terjadi di seluruh pantai selatan Jawa karena berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Meskipun gelombang yang menuju garis pantai bersifat acak dan tidak terprediksi, tetapi dapat dipastikan pantai yang berbatasan dengan samudera lepas memiliki gelombang datang yang tinggi.
Lebih lanjut pakar oseanografi ini mengatakan, kecepatan arus rip dapat terjadi dari 0,85 hingga 1 meter per sekon. Arus rip tidak hanya arus balik ke tengah laut, arus yang memiliki lebar sekitar 9 sampai 11 meter ini turut membawa sedimen yang ada di sekitaran pantai menuju tengah laut.
Sehingga area yang sering terjadi arus rip nampak tenang dan gelap karena telah terbentuk palung.
“Saking cepatnya arus tersebut, juara renang olimpiade sekalipun tidak akan kuat melawan arus rip,” ujarnya mengingatkan.
Perlu diketahui, arus rip tidak terjadi pada musim-musim tertentu dan tidak dapat dipastikan berapa kali dalam sehari. Tetapi yang bisa diwaspadai adalah ketika berada di pantai berteluk atau di tepi tanjung, karena daerah tersebut memiliki kekuatan arus rip yang bisa menghanyutkan manusia.
“Kondisi hidro-oseanografi dan morfologi pantai merupakan hal yang memengaruhi arus rip ini,” tutur lelaki yang tergabung dalam Laboratorium Infrastruktur Pantai dan Pelabuhan ITS ini.
Kejadian yang menimpa sejumlah siswa SMP 7 Kota Mojokerto tersebut merupakan contoh kecil dari banyaknya korban tenggelam karena arus rip. Di Indonesia, korban akibat arus rip di pantai selatan Jawa terus meningkat sepanjang tahun 2017 hingga 2022.
Bahkan, data terakhir menyebutkan bahwa hampir 50 orang meninggal dunia karena terseret arus ini.
“Arus rip dapat menjadi ancaman bagi pengunjung pantai. Arus tersebut tidak bisa dihilangkan, tapi bisa dihindari,” tegasnya.
Hal terpenting agar tidak terjadi korban arus rip lagi adalah mitigasi terhadap ancaman arus mematikan ini kepada seluruh pengunjung. Pentingnya dilakukan sosialisasi mengenai bahaya arus rip melalui seminar atau sekolah-sekolah di Indonesia.
Selain itu, juga perlu peningkatan fasilitas penunjang pantai seperti kapal cepat, pelampung, dan penjaga pantai yang andal. Apabila pengunjung terlanjur terseret arus rip, diharuskan menghindari arus tersebut dengan cara berenang ke samping, sejajar dengan pantai.
Sebagai penutup, dosen mata kuliah Oseanografi ini berharap mampu menggalakkan sosialisasi lebih masif ke seluruh lapisan masyarakat, terutama ke sekolah-sekolah yang memilih opsi pantai sebagai tempat rekreasi sekaligus belajar.
Ia mengajak sukarelawan yang memiliki empati tinggi untuk berjuang bersama sebagai penyuluh dan menggencarkan sosialisasi mengenai bahaya arus rip.
“Tentunya, pemerintah daerah juga harus turut andil dalam sosialisasi ini,” tutupnya.
Sosialisasi tentang bahaya arus rip ini sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDGs) 13, yaitu aksi untuk mengatasi perubahan iklim. Sosialisasi bahaya arus rip ini juga terkait dengan beberapa SDGs lainnya.
Di antaranya adalah SDGs 3 tentang kesehatan yang baik dan kesejahteraan (dengan mengurangi risiko cedera atau kematian akibat arus rip), dan SDGs 11 tentang kota dan komunitas yang berkelanjutan (dengan meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bahaya arus rip di daerah pesisir).(Yul)