Pakar Komunikasi: Pemimpin Harus Mampu Berkomunikasi dan Atasi Ketidakpastian

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Dalam situasi krisis seperti wabah pandemi virus Corona yang melanda seluruh provinsi di tanah air, rakyat Indonesia membutuhkan pemimpin yang bisa dan mampu bekerja menyelesaikan masalah, bukan meraka yang marah-marah.

Soalnya, ungkap pakar komunikasi politik, Muhammad Jamiludin Ritonga ketika bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Jumat (10/7) siang menanggapi marah-marahnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada bawahannya belakangan ini, dalam situasi seperti ini dibutuhkan tindakan dan kerja cepat. “Tak bisa dengan marah-marah, selesai persoalan. Namanya juga kerja dibawah tekanan dan berburu dengan waktu,” kata Jamil.

Harusnya, lanjut pengajar Metode Penelitian Komunikasi dan Riset Kehumasan Universitas Esa Unggul Jakarta tersebut, dalam situasi krisis seperti sekarang dibutuhkan pemimpin yang mampu merangkul semua pihak untuk bekerja bersama-sama menyelesaikan masalah sesegera mungkin.

Sebab, jelas pria yang sehari-hari akrab disapa Jamil itu, pemimpin seperti ini tidak akan mampu mengatasi krisis. “Dalam situasi krisis seperti sekarang, keinginan rakyat hanya mengharapkan pemimpin yang mampu mengatasi ketidakpastian. Sebab itu, setiap terjadi krisis, rakyat langsung mencari seorang pemimpin untuk memperoleh solusi.”

Hal itu tersebut dinilai wajar dan sangatlah manusiawi karena masyarakat menilai, pemimpin itui jauh lebih tahu dari masyarakat awam dalam mengatasi masalah dan cekatan mengambil langkah-langkah yang diperlukan di tengah situasi krisis.

Untuk itu, jelas Jamil, seorang pemimpin tidak hanya mampu bekerja tapi juga harus mempunyai kemampuan dalam membangun komunikasi yang baik dan penuh empati serta morivasi apalagi dengan bawahannya atau orang-orang yang dia pimpin sampai ke jajaran paling bawah yakni warga atau rakyat.

Selain itu, ungkap bapak dari dua putra ini, Pemimpin dalam setiap gerakan maupun perkataannya memberikan pesan-pesan menyenangkan untuk menjaga stabilitas mental bawahan dan rakyat. “Bahkan ketegaran yang ditunjukkan pemimpin menjadi representasi tangguhnya lembaga yang dia pimpin sekaligus menjadi pemicu semangat bawahan dan rakyat untuk bersama-sama keluar dari krisis.”

Jadi, memimpin itu menderita atau leiden is Lijden dalam peribahasa Belanda. Ini artinya, tujuan memimpin bukan menjadikan bawahan dan rakyat sebagai katrol meningkatkan keuntungan pribadi, tetapi memimpin bertujuan untuk mengembangkan potensi bawahan, rakyat serta menjadi mereka lebih berharga.

“Itu sebabnya, krisis akan menguji kualitas seorang pemimpin. Pemimpin yang suka marah, apalagi menyalahkan bawahan, tentu tidak akan dapat mengatasi krisis. Pemimpin semacam ini dikhawatirkan akan membuat krisis semakin kompleks, karena pada dirinya justeru menjadi bagian dari krisis. Tentu hal ini tidak boleh terjadi, karena taruhannya negara dan bangsa,” demikian Muhammad Jamiludin Ritonga. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait